PENGGUNAAN METODE PEMBELAJARAN KUANTUM DENGAN TEHNIK PETA PIKIRAN TERHADAP PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA SISWA


(matematika dengan wajah yang ramah)

1.PEMBELAJARAN MATEMATIKA
Matematika adalah salah satu ilmu yang dipelajari oleh peserta didik sejak taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Konsep-konsep dalam matematika semuanya adalah abstrak termasuk konsep-konsep tentang bangun ruang seperti volume, luas permukaan dan lain-lain. Piaget dan Dienes mengatakan bahwa pentinggnya pengajaran matematika itu menarik, dapat dipahami siswa,dan lain-lain; dalam pembelajaran matematika itu perlu adanya alat peraga, permainan, memperhatikan perkembangan mental siswa, dan lain-lain (Ruseffendi, 2006: 69). Pendapat Piaget dan Dienes tersebut didukung pula oleh Ruseffendi,
Apa-apa yang diajarkan dalam matematika itu semuanya abstrak.Begitu pula dalam berhitung/matematika lama.Yang bisa kogkrit itu selain dalam pengajarannya juga dalam representasi konsep dan dalam penerapannya (Ruseffendi, 2006: 71).

Dari pendapat dasar di atas, guru matematika harus mampu membuat abstraksi yang sesuai dengan materi yang sedang diajarkan agar konsep-konsep matematika dapat dipahami siswa sehingga standar kompetensi dapat tercapai. Ini senada dengan pendapat Jacobsen, Eggen,dan Kauchak,


Abstraksi bisa berfungsi sebagai penyimpul atau peringkas sebab abstraksi bisa menjelaskan informasi hanya dalam satu pernyataan yang lebih mudah untuk diingat dibandingkan mengingat fakta satu per satu. Matematika bisa dijadikan contoh untuk mengilustrasikan poin ini (Jacobsen dkk, 2009: 106).

Pembelajaran matematika yang berkembang saat ini adalah menggunakan pembelajaran matematika (modern) karena pembelajaran matematika (modern) dianggap dapat mempermudah siswa dalam belajar matematika. Hal ini sesuai dengan pendapat Ruseffendi yang mengungkapkan bahwa pengajaran matematika (modern) itu bertujuan untuk meluruskan dan mempermudah siswa belajar berhitung dan cabang-cabang matematika lainnya. Bukan untuk mempersulit (Ruseffendi, 2006: 71).
Metode pengajaran yang tepat pun memiliki peran dalam kesuksesan kegiatan belajar mengajar di kelas. Seorang guru harus mampu menjabarkan tuntutan kurikulum agar standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat tercapai. Dalam kompetensi “Geometri dan Pengukuran” (memahami sifat-sifat kubus, balok, prisma, dan bagian-bagiannya, serta menentukan ukurannya) guru harus mampu menjabarkan semua tujuan tersebut dalam rencana pelaksanaan pengajaran (RPP). Pada RPP tersebut guru harus cermat menggunakan pendekatan, metode, dan teknik yang tepat dalam kegiatan belajar mengajar yang dilakukannya di kelas.
Kurikulum memiliki peran yang penting dalam pendidikan karena kegiatan pembelajaran yang diselenggarakan oleh guru harus berpedoman pada kurikulum. Pengertian kurikulum menurut Susilo (2007: 80) merupakan suatu rencana yang memberi pedoman atau pegangan dalam proses dalam kegiatan belajar-mengajar. Adapun Dimyati dan Mudjiono (2006: 265) mengemukakan bahwa kurikulum merupakan jalan yang berisi sejumlah mata pelajaran/bidang studi dan isi pelajaran yang harus dilalui untuk mendapat ijasah. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam kurikulum terdapat berbagai macam mata pelajaran/bidang studi. Salah satu bidang studi yang merupakan bagian dari kurikulum adalah mata pelajaran matematika. Pada mata pelajaran matematika terdapat isi pelajaran yang disusun secara sistematis dan harus dikuasai oleh peserta didik. Untuk menentukan keberhasilan dari kegiatan belajar-mengajar maka ditentukan standar kompetensi dan kompetensi dasar yang harus dicapai oleh peserta didik.
Kompetensi diartikan Finch dan Crunkilton (Susilo, 2007: 98) sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Untuk mengetahui keberhasilan pencapaian kompetensi yang diharapkan maka dibutuhkan indikator. Dengan demikian, kompetensi yang harus dikuasai peserta didik perlu dinyatakan agar dapat dinilai sebagai hasil dari proses belajar-mengajar yang telah dilakukan sehingga, peserta didik mengetahui tujuan belajar dan tingkat penguasaanya terhadap suatu materi ajar. Hasil penilaian tersebut dapat dijadikan indikator keberhasilan dari kegiatan belajar-mengajar guru dan siswa yang berpedoman pada kurikulum.
Jadi pembelajaran matematika adalah kegiatan belajar-mengajar yang telah disusun oleh guru dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang disesuaikan dengan silabus dan berpedoman pada kurikulum agar kegiatan belajar mengajar berhasil sesuai dengan harapan.

2.METODE PEMBELAJARAN KUANTUM DENGAN TEKNIK PETA PIKIRAN
Metode mengajar adalah cara guru untuk menyampaikan materi kepada siswa pada mata pelajaran tertentu. Adapun metode pembelajaran kuantum menurut Wena adalah cara baru yang memudahkan proses belajar, yang memadukan unsur seni dan pencapaian yang terarah, untuk segala mata pelajaran (2009: 160). Wena hanya mengaitkan pembelajaran kuantum pada unsur seni dan pencapaian yang terarah.
Quantum Teaching adalah penggubahan belajar yang meriah, dengan segala nuansanya. Dan Quantum Teaching juga menyertakan segala kaitan,interaksi, dan perbedaan yang memaksimalkan momen belajar. Quantum Teaching berfokus pada hubungan dinamis dalam lingkungan kelas-interaksi yang mendirikan landasan dan kerangka untuk belajar (DePorter dkk, 2010: 32).

Pembelajaran kuantum merupakan metode pembelajaran yang mengharuskan guru memaksimalkan kemampuannya dalam mempresentasikan bahan ajar dengan cara yang menarik dan menyenangkan. Dalam menggunakan metode pembelajaran ini, guru harus menghargai setiap usaha yang telah dilakukan oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar dan membantu memudahkan belajar siswa. Selain itu, guru juga harus mampu membina hubungan yang akrab dengan siswa sehingga dapat menciptakan suasana belajar yang nyaman.
Pembelajaran kuantum dengan teknik peta pikiran sangat erat kaitannya dengan Neuro Linguistic Programming (NLP) yaitu,
Setiap individu memahami panca indra atau dalam terminology NLP dikenal sebagai VAKOG (Visual, Auditory, Kinesthetic, Olfactory dan Gustatory). Setelah berusia dua belas tahun, individu memiliki preferensi dari kelima channel informasi tersebut, umumnya diantara ketiga channel tesebut; Visual, Audiotory, atau kinesthetic (Putra, 2008: 77).

Pendapat Putra tesebut didukung oleh pendapat DePorter dan Hernacki yang mengatakan bahwa quantum learning mencakup aspek-aspek penting dalam program neurolinguistik (NLP), yaitu suatu penelitian tentang bagaimana otak mengatur informasi (DePorter dan Hernacki, 2009: 14). Teknik peta pikiran merupakan cara mengajar yang mengaitkan neurolinguistik sehingga siswa dapat membahasakan maksud guru dalam peta pikirannya sendiri.
Mind map atau peta pikiran menurut Buzan adalah cara termudah menempatkan informasi ke dalam otak dan mengambil informasi ke luar dari otak-mind map adalah cara mencatat yang kreatif, efektif, dan secara harfiah akan “memetakan” pikir-an-pikiran kita (2008: 4). Teknik peta pikiran ini dapat membantu siswa dalam mempermudah belajar matematika seperti pendapat Michalko (Buzan, 2008: 6-7) yang mengatakan bahwa mind map akan mengaitkan seluruh otak, membereskan akal dari kekusutan otak, memungkinkan kita berfokus pada pokok bahasan, membantu menunjukkan hubungan antara bagian-bagian informasi yang saling terpisah, memberikan gambaran yang jelas pada keseluruhan dan perincian, memungkinkan kita mengelompokkan konsep, membantu kita membandingkannya, mensyaratkan kita untuk memusatkan hubungan perhatian pada pokok bahasan yang membantu mengalihkan informasi tentangnya dari ingatan jangka pendek ke ingatan jangka panjang.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran kuantum dengan teknik peta pikiran adalah cara mengajar yang menyenangkan dengan memadukan unsur seni dan hubungan dinamis dalam lingkungan kelas dan interaksi serta menggunakan keahlian mencatat yang efektif, kreatif, dapat menempatkan dan mengundang informasi dari otak dalam bentuk tulisan yang memudahkan belajar matematika siswa sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

3.PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
Keberhasilan proses belajar mengajar biasa disebut dengan istilah prestasi belajar. Prestasi belajar ini dipengaruhi oleh faktor intern dan ekstern. Dimiyati dan Mudjiono (2006: 235-253) mengemukakan bahwa faktor-faktor intern meliputi, sikap terhadap belajar, motivasi belajar, konsentrasi belajar, dan mengolah bahan pelajaran. Adapun faktor ekstern merupakan faktor-faktor yang disebabkan dari luar, diantaranya, guru sebagai pembina siswa belajar, prasarana dan sarana pembelajaran, kebijakan penilaian, lingkungan sosial siswa disekolah, kurikulum sekolah.
Glaser (Prawiradilaga, 2007: 112) berpendapat hahwa “Jika tujuan pembelajaran telah dirumuskan dengan baik, maka tujuan pembelajaran itulah menjadi acuan keberhasilan seorang peserta didik”. Konsep tersebut dinamai Glaser dengan criteria-referenced meansure (CRT). CRT adalah bukti peserta didik telah berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Peserta didik harus mampu memenuhi persyaratan tertentu yang terangkum dalam rumusan tujuan pembelajaran yang dibuat guru dalam RPP. Tujuan pembelajaran itu harus disesuaikan dengan silabus dan kurikulum yang berlaku. kesuksesan belajar siswa pun tidak hanya dibandingkan dengan teman sekelasnya saja. CRT di Indonesia biasa disebut dengan penilaian acuan patokan (PAP) atau standar kelulusan minimal (SKM).
Dari pendapat Glaser tersebut maka pengukuran prestasi belajar bersifat kuantitatif. Pengukuran tidaklah sama dengan penilaian namun antara keduanya saling berkaitan. Dalam hal ini prestasi belajar dapat diukur seperti pendapat Hamalik (2007: 203) yang menyatakan bahwa “Pengukuran adalah usaha untuk mengetahui berapa banyak hal yang telah dimiliki oleh siswa setelah mempelajari keseluruhan materi yang telah disampaikan kepadanya”. Prestasi belajar ini erat kaitannya dengan pemahaman siswa terhadap materi yang dikuasainya. Semakin tinggi pemahaman siswa terhadap materi pelajaran maka semakin baik prestasi belajarnya begitu pula sebaliknya. Faktor utama yang mempengaruhi prestasi belajar pada pembelajaran matematika adalah siswa kesulitan dalam memahami konsep mengenai materi yang disampaikan oleh guru. Hal inilah yang menyebabkan siswa kurang berprestasi dalam mata pelajaran matematika. Selain kesulitan dalam memahami konsep materi yang dijelaskan, siswa juga kesulitan untuk menghafal rumus-rumus dalam pelajaran matematika.
Belajar matematika begitu kompleks karena siswa harus memahami konsep yang tidak selamanya realistik. Ada kalanya belajar matematika sangat abstrak sehingga menyulitkan siswa. Oleh karena itu, agar siswa dapat meningkatkan prestasi belajar matematikanya maka modal awalnya adalah guru harus pandai menggunakan metode yang tepat untuk menyampaikan materi dan mengemasnya dengan menarik sehingga siswa antusias mengikuti belajar mengajar. Jika siswa antusias mengikuti proses belajar mengajar maka akan timbul motivasi untuk belajar yang mengakibatkan berubahnya prestasi belajar matematika ke arah yang lebih baik.
Prawiradilaga (2007: 38) menyatakan penilaian belajar adalah tentang pengukuran kemampuan atau kompetensi yang sudah dikuasai atau belum. Penilaian tidak hanya berkaitan dengan angka tertentu sebagai hasil belajar yang menunjukkan prestasi pebelajar. Dari pendapat Prawiradilaga tersebut guru dapat mengetahui prestasi belajar matematika siswa dengan melakukan penilaian dalam bentuk asesmen, baik yang berbentuk objektif maupun subjektif.
Berhasil atau tidaknya proses belajar-mengajar dapat dilihat dari terjadinya perubahan yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan. Tujuan yang dimaksud adalah hasil belajar siswa yang menunjukkan prestasi belajar. Untuk mengetahui prestasi belajar siswa tersebut maka, guru dapat mengukurnya dengan pemberian tes atau evaluasi kepada siswa. Fungsi evaluasi sebagai alat pengukur keberhasilan adalah untuk mengukur seberapa jauh tujuan instruksional dapat dicapai setelah kegiatan belajar mengajar dilaksanakan (Suherman dan Sukjaya, 1990: 9).
Evaluasi hasil belajar dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan tes dan bukan tes (nontest). Tes sendiri dapat diberikan secara lisan dan tes tulisan sedangkan soal-soal tes dapat berupa tes objektif atau uraian. Hasil tes adalah salah satu indikator untuk mengetahui prestasi belajar matematika siswa.Jika terjadi perubahan dalam diri siswa menjadi lebih baik maka dapat dikatakan siswa mengalami perbaikan pada prestasi belajarnya. Prestasi belajar bukan berarti semua siswa dapat memperoleh nilai sepuluh semua karena guru pun harus memahami bahwa setiap peserta didik memiliki minat dan bakat masing-masing. Paling tidak siswa dapat mencapai standar kelulusan minimal yang telah ditetapkan sekolah pada pelajaran matematika. Jadi,prestasi belajar matematika adalah perubahan siswa setelah melakukan proses belajar mengajar matematika dan hasilnya dapat diukur dengan tes atau evaluasi.

4. DESAIN PEMBELAJARAN
Gagne, Briggs, dan Wager (Prawiradilaga, 2007: 15) mengungkapkan “Proses belajar terjadi karena adanya kondisi-kondisi belajar, internal maupun eksternal. Kondisi internal adalah kemampuan dan kesiapan diri pebelajar, sedangkan kondisi eksternal adalah pengaturan lingkungan yang didesain”. Dari pendapat Gagne dan kawan-kawan ini dapat diketahui bahwa menyiapkan kondisi eksternal merupakan sesuatu yang dapat didesain oleh guru. Oleh karena itu, desain pembelajaran harus sistematis dan menarik sehingga siswa bersemangat mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Adapun Prawiradilaga mengungkapkan,
Desain pembelajaran untuk KBM sebenarnya memadu seorang pengajar bagaimana mengelola, menciptakan interaksi belajar, kerja sama pengajar dengan pembelajar, dan pihak lain yang terlibat dapat dikembangkan dengan baik dalam model KBM ini (Prawiradilaga, 2007: 45).

Dari dua pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa peran desain pembelajaran sangatlah penting karena dalam desain pembelajaran terdapat tahapan-tahapan yang harus dilakukan seorang guru. DePorter, Reardon, dan Nourie (2010: 39-40) mengemukakan bahwa tahapan pembelajaran kuantum meliputi, “Tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan”. Untuk melakukan semua tahapan metode pembelajaran kuantum maka guru harus mampu menterjemahkan maksud dari tiap tahapannya. Hal tesebut dilakukan agar penerapan metode pembelajaran kuantum dapat berhasil sesuai harapan. Adapun maksud dari tahapan-tahapan yang harus dilakukan guru pada desain pembelajaran kuantum menurut Wena (2009: 164) sebagai berikut:
No Rancangan Penerapan dalam Proses Belajar Mengajar
1.Tumbuhkan, Tumbuhkan mengandung makna bahwa pada awal kegiatan pembelajaran pengajar harus berusaha menimbulkan/mengembangkan minat siswa untuk belajar. Dengan timbulnya minat, siswa akan sadar manfaatnya kegiatan pembelajaran bagi dirinya atau bagi kehidupannya.
2.Alami, Alami mengandung makna bahwa proses pembelajaran akan lebih bermakna jika siswa mengalami secara langsung atau nyata dari materi yang diajarkan….. Pengalaman dapat menciptakan ikatan emosional,menciptakan peluang untuk pemberian makna, dan pengalaman membangun keingintahuan siswa
3.Namai, Namai mengandung makna bahwa penamaan adalah saatnya untuk mengajarkan konsep, keterampilan berpikir, dan strategi belajar. Penamaan mampu memuaskan hasrat alami otak untuk memberi identitas, mengurutkan, dan mendefinisikan.
4.Demonstrasikan, Demonstrasikan berarti bahwa memberi peluang pada siswa untuk menerjemahkan dan menerapkan pengetahuan mereka ke dalam pembelajaran lain atau ke dalam kehidupan mereka. Kegiatan ini akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
5.Ulangi, Ulangi berarti bahwa proses pengulangan dalam kegiatan pembelajaran dapat memperkuat koneksi saraf dan menumbuhkan rasa tahu atau yakin terhadap kemampuan siswa. Pengulangan harus dilakukan secara multi modalitas, multi kecerdasan.
6.Rayakan, Rayakan mengandung makna pemberian penghormatan pada siswa atas usaha, ketekunan, dan kesuksesannya. Dengan kata lain perayaan berarti pemberian umpan balik yang positf pada siswa atas keberhasilannya, baik berupa pujian, pemberian hadiah atau bentuk lainnya……perayaan akan dapat memperkuat proses belajar selanjutnya.

Itulah rangkaian tahapan yang dilakukan guru dalam menggunakan metode pembelajaran kuantum yang berguna sebagai pedoman guru ketika menggunakan metode pembelajaran kuantum pada kegiatan belajar-mengajar. Jika pembelajaran kuantum ini dipadukan dengan teknik peta pikiran maka siswa dituntut untuk dapat membuat catatan dengan teknik peta pikiran setelah guru menjelaskan materi ajar dengan tahapan metode diatas. Sebelumnya guru menerangkan apa itu mencatat dengan teknik peta pikiran kepada siswa secara singkat pada pertemuan pertama.
Pada pertemuan pertama guru menjelaskan menulis dengan teknik peta pikiran. Guru menyampaikan langkah-langkah yang harus siswa lakukan ketika menggunakan pembelajarn dengan teknik ini. Langkah-langkah yang dilakukan untuk membuat catatan dengan teknik peta pikiran adalah,
-tulis gagasan utamanya di tengah-tengah kertas dan lingkupilah dengan lingkaran, persegi, atau bentuk lain.
-tambahkan sebuah cabang yang keluar dari pusatnya untuk setiap poin atau gagasan utama.
-tulislah kata kunci atau frase pada tiap-tiap cabang yang dikembangkan untuk detail.
-tambahkan symbol-simbol dan ilustrasi-ilustrasi untuk mendapatkan ingatan yang lebih baik.
(DePorter dan Hernacki, 2009: 156)

Untuk lebih memperjelas guru dapat memberikan contoh teknik penulisan dengan menggunakan peta pikiran pada siswa misalnya, pada sub pokok bahasan limas segi empat dengan alas persegi dan persegi panjang. Guru meperlihatkan contoh mencatat dengan teknik peta pikiran.
Teknik mencatat dengan teknik peta pikiran dapat dikreasikan oleh siswa. Setiap siswa dapat mencatat sesuai dengan selera masing-masing supaya menarik dibaca sehingga, dapat memacu siswa untuk belajar. Hal ini sesuai dengan pendapat Putra (2008: 258) yang menjelaskan tentang keutamaan mencatat menggunakan peta pikiran antara lain sebagai berikut,
1. Tema utama terdefinisi secara sangat jelas karena dinyatakan di tengah.
2. Level keutamaan informasi terindikasi secara lebih baik. Informasi yang memiliki kadar kepentingan lebih diletakkan dekat dengan tema utama.
3. Hunbungan antara masing-masing informasi secara mudah dapat dikenali.
4. Lebih mudah dipahami dan diingat.
5. Informasi baru setelahnya dapat segera digabungkan tanpa merusak keseluruhan struktur peta pikiran, sehingga mempermudah proses revisi informasi.
6. Masing-masing peta pikiran sangat unik, sehingga mempermudah proses pengingatan.
7. Mempercepat proses pencatatan karena hanya menggunakan kata kunci.
Metode pembelajaran kuantum dengan teknik peta pikiran mengharuskan guru berperan sebagai quantum teacher yaitu seorang guru harus berperan,
menampilkan semangat untuk hidup; menggerakkan orang; menjalin hubungan dengan beragam siswa; menemukan lebih dari satu cara untuk mencapai hasil; berkomunikasi dengan jelas, ringkas dan jujur; dapat mengaitkan setiap informasi dengan pengalaman hidup siswa dan peduli akan diri siswa; membuat pedoman kualitas hubungan dan kualitas kerja yang memacu setiap siswa untuk berusaha sebaik mungkin (DePorter dkk, 2010: 157).
Dari pendapat DePorter dan kawan-kawan dapat diuraikan peran pengajar dalam pembelajaran kuantum dengan teknik peta pikiran. Tahapannya yaitu,
1. Sebagai motivator.
Hal ini sesuai dengan tahapan awal metode pembelajaran kuantum yaitu tumbuhkan yang mengandung makna bahwa pada awal kegiatan pembelajaran pengajar harus berusaha menimbulkan/mengembangkan minat siswa untuk mengembangkan minat siswa untuk belajar.
2. Sebagai fasilitator yaitu guru harus mampu memfasilitasi kegiatan belajar-mengajar dengan menciptakan lingkungan yang mendukung berupa alat bantu, pengaturan bangku, musik dan lainnya.
3. Sebagai penyampai materi ajar. Dalam menyampaikan materi guru menggunakan tahapan yaitu:
a. Alami.
Alami mengandung maksud bahwa guru memberikan gambaran senyata mungkin mengenai bangun ruang dengan kehidupan siswa.
b. Namai.
Setelah memberikan gambaran nyata tentang materi maka guru dapat menjelaskan teori dan konsep tentang bangun ruang kepada siswa.
c. Demonstrasikan.
Maksudnya adalah guru mengaitkan antara gambaran nyata tentang bangun ruang dengan teori yang disampaikan. Hal ini akan membantu siswa dalam menterjemahkan dan menerapkan pengehauan dengan teori dan konsep bangun ruang.
4. Sebagai komunikator ulung.
Untuk dapat memasuki dunia siswa maka guru harus pandai berkomunikasi dengan bahasa siswa.
5. Sebagai evaluator.
Dalam penggunaan metode pembelajaran kuantum maka guru dapat mengevaluasi prestasi belajar siswa dengan cara ulangi. Maksud dari ulangi adalah guru memberikan latihan setelah penyampaian materi.
6. Sebagai pemberi penghargaan.
Tahapan teerakhir pada metode pembelajaran kuantum adalah rayakan. Maksud dari rayakan adalah adanya pemberian penghargaan kepada siswa baik dari segi keaktifan atau dari segi penguasaan terhadap latihan yang diberikan. Bentuk penghargaan dapat berupa pemberian poin, tepuk tangan atau apapun yang dapat memotivasi siswa untuk menyenangi pelajaran matematika.
Peran guru pada metode pembelajaran kuantum harus didukung juga oleh peran siswa. Adapun yang perlu dilakukan pelajar pada metode pembelajaran kuantum adalah sebagia berikut:
1. Sikap terhadap belajar yang bertanggung jawab.
2. Menumbuhkan motivasi belajar dalam dirinya.
3. Menyimak guru saat menyampaikan materi dengan penuh perhatian dan konsentrasi.
4. Mencatat materi ajar dengan teknik peta pikiran.
5. Ikut melibatkan diri secara aktif saat kegiatan belajar-mengajar berlangsung terutama saat guru melakukan pendemonstrasian dan latihan.
Pada kegiatan belajar-mengajar bukan hanya guru dan siswa saja yang memiliki peran tapi materi ajar pun memiliki peran penting yaitu,
1. Sebagai sarana untuk mencapai tujuan pembelajaran yang disesuaikan dengan kurikulum.
2. Sebagai materi yang harus disampaikan guru kepada siswa.
3. Bahan pertimbangan untuk merancang cara penyampaian materi ajar agar standar kompetensi dan kompetensi dasar dapat tecapai.
4. Sebagai rujukan untuk menentukan alat bantu yang tepat untuk kegiatan belajar-mengajar.
Materi ajar erat kaitannya dalam kegiatan belajar-mengajar karena ketika guru menyampaikan materi ajar maka guru harus menyiapkan RPP. Dalam RPP terdapat langkah-langkah yang harus guru lakukan, standar kompetennsi, dan kompetensi dasar yang harus dicapai. RPP sendiri merupakan penjabaran dari silabus dan kurikulum yang berlaku secara nasional yang diterapkan pada kegiatan belajar-mengajar. Dengan demikian, guru dapat mencapai tujuan pembelajaran dengan menggunakan metode yang telah ditentukannya.
Tujuan dari penggunaan metode pembelajaran kuantum dengan teknik peta pikiran bermaksud untuk megubah paradigma yang tertanam pada siswa mengenai pembelajaran matematika yang dianggap menakutkan, membosankan, dan susah untuk dihafal apalagi dipahami. Jadi, dari semua rangkaian penjelasan diatas dapat menghasilkan gambaran untuk menerapkan semua desain pembelajaran pada kegiatan belajar-mengajar yang dapat disusun pada RPP.

DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta
Buzan, T. (2008).Buku Pintar Mind Map. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
DePorter, B dan Hernacki, M. (2009).Quantum Learning. Bandung: Kaifa.
DePorter, Reardon, dan Nourie. (2010). Quantum Teaching. Bandung: Kaifa.
Dimiyanti dan Mudjiono.(2006). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rienaka Cipta.
Hamalik. (2007). Psikologi Belajar dan Mengajar. Bandung: Sinar Baru Algesindo.
Jacobsen, D.A, Eggen, Kauchak. (2009). Methods for Teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Jihad, A dan Haris, A. (2009). Evaluasi Pembelajaran. Yogyakarta: Multi Pressindo
Joyce, B, Well, M, Calhoun, E. (2009). Model of teaching. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Prawiradilaga, D.S. (2007). Prinsip-prinsip Disain Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Putra, Y.P. (2008). Memori dan Pembelajaran Efetif. Bandung: Yrama Widya.
Riduwan. (2005). Belajar Mudah Penelitian untuk Guru Kryawan dan Peneliti pemula. Bandung: Alfabeta
Ruseffendi, E.T. (2006). Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tasiro.
Susilo, M.J.(2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wena, M. (2009).Strategi Pembelajaran Inovatif Kontemporer. Jakarta: Bumi Aksara.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger