
"kalau bukan karena Engkau ya Allah
kami tidak akan mendapatkan hidayah
tidak pula shalat dan bershodaqoh
ampunilah dosa kami sebagai tebusan
selagi kami tegar dalam dalam ketaqwaan
teguhkanlah penderitaan dalam peperangan
berikanlah kepada kami ketentraman hati
kami tidak ingin hidup jika musuh mengalahkan kami."
Itulah syair Amir bin Al-Akwa (dalam Syeikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, 2007: 482-483).
Dulu Khaibar adalah sebuah kota besar yang memiliki benteng dan kebun-kebun sejauh enam puluh hingga delapan puluh mil dari Madinah, tepatnya ke arah utara. Kini Khaibar merupakan perkampungan yang cukup berbahaya.
Tidakkah kalian (Yahudi) ingat atau sengaja melupakan saat Ibnu Abil-Huqaiq turun dari benteng dan menawarkan suatu perundingan, agar orang-orang Yahudi yang berada di benteng tidak dibunuh, anak-anak tidak ditawan, mereka siap untuk meninggalkan Khaibar dengan segenap keluarga, menyerahkan semua harta kekayaan Khaibar, tanah, emas, perak, kuda dan himar, baju perang, kecuali pakaian-pakaian yang biasa dikenakan. (Syeikh Shafiyyurahman Al-Mubarakfury, 2007: 490). Itulah janji kalian (Yahudi) pada kaum muslimin yang dikatakan di hadapan Rosulullah Sallallahu 'alaihi wa salam.
Kawasan dengan luas sekitar 140 hektar yang terdapat Masjid al Aqsho, sebuah posisi yang terletak di bagian dunia paling tinggi yang dihuni manusia. Disana terdapat kaum muslimin yang dibombardir oleh Israel. Tanah ambiya itu menjadi saksi mengalirnya darah para syuhada, dari laki-laki hingga perempuan baik dewasa ataupun anak-anak. Sebuah pencapaian syahid di abad 21.
Dengan membabi buta Israel menghancurkan al Aqsho, mengusir dan membunuh saudara-saudara seimanku. Apakah kita menunggu al Aqsho rata dengan tanah, baru memberi reaksi pembelaan yang sudah jauh terlambat?
Shalahudin al Ayyubi saja, berhasil membebaskan Palestina setelah berjuang berpuluh-puluh tahun, melewati tiga generasi. Dimulai dari perjuangan Imadudin, Nurudin, dan baru berhasil pada masa Shalahudin.
Senin (22/3/2010) semangat membela al Aqsho menggelora di setiap dada aktivis dakwah kampus di Cirebon. Aksi solidaritas untuk Palestina ramai turun ke jalan.
Saudaraku, kaum muslimin Palestina. . . Ada doa dari pemuda islam Indonesia untuk kalian. Ada dukungan dan teriakkan kami untuk kalian. Dan ada goresan pena kami untuk kalian. Baru ini yang bisa aku lakukan. Teruslah berjuang karena Israel tetap tak punya nyali walau dengan tang dan rudal-rudalnya. Mereka tetap takut melawan lemparan batu anak-anak palestina. Rasa takut itu bukan ditimbulkan karena peralatan perang yang canggih tapi Allah lah yang menyelipkan rasa takut di hati tentara israel. Oh, intifada. . .
Perjuangan ini tidak mengenal kata "selesai dan berakhir". Allah hanya menuntut amal bukan menuntut hasil, Rahmat Abdullah (dalam Warisan sang Murobbi: 176) begitu sejuk mengisahkan,
"Izzudin al Qassam nampak begitu simpatik dalam senyumnya yang lepas. Darahnya yang segar beraroma harum kesturi, menambah suasana damai dan sejahtera."
Harusnya kita ingat pekikan Rosulullah SAW saat tiba di pagar Khaibar, "ALLAHUAKBAR, RUNTUHLAH KHAIBAR!! ALLAHUAKBAR RUNTUHLAH KHAIBAR!"