Jemu Namun tak Semu

Radiasi mentari ditambah gemuruh senandung pagi membasahkan hati para pemakna kehidupan. Jika saja aku boleh bertanya pada Robert Hook yang pertama kali mengemukakan istilah sel pada tahun 1665, "apa makna hidup bagi ilmuan sepertimu?" aku penasaran dengan jawaban yang ia berikan padaku. Tapi aku juga memikirkan seperti apa nasib orang2 di bawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda pada masa itu. Sebuah "negasi" dalam logika matematika mengapung dibenakku.

Ah, aku menggeliat. Senyum semerbak. Ya! Hari ini aku melihat seseorang yang bercita-cita jadi petani kini menjadi tim peneliti di LHC. Ada di swiss. Terlibat dalam penelitian CERN. Di pusat penelitian nuklir. Aku ingin bertanya padanya, "seberapa kuat dia bertahan?" tapi tak juga ia balas e-mailku. Mungkin dia sibuk. Dialah satu diantara 3 orang Indonesia yang mengusai tentang fisika parlementer.

Ada apa sebenarnya? Di pagi ini aku masih juga mencari.
Beribu mimpi. . .berjuta sepi . . . .bagai teman sejati. Harapan itu. . .aku masih ingin menembusnya.

Semua berkas-berkas itu akan kukirim januari tahun depan. Tapi semuanya tiba2 terhenti. Tidak akan lengkap karena kurang satu saja. Ingin menagis saja rasanya. Tapi sial! Menangis tak menyelesaikan masalah.
#######

"Dialah yang menjadikan matahari bersinar dan bulan bercahaya, dan Dialah yang menetapkan tempat-tempat orbitnya, agar kamu mengetahui bilangan tahun, dan perhitungan (waktu). Allah tidak menciptakan demikian itu melainkan dengan benar. Dia menjelaskan tanda-tanda (kebesaranNya) kepada orang-orang yang mengetahui." (QS. Yunus : 5)

inikah tempat itu? Aku menyusuri degung-gedungnya. Melihat padang rumput yang luas. Profesor2 yang ahli di bidangnya. Tempat yang tidak menjemukan. Dari tiap sudut ada cahaya terang.

Jauh di dalam benua ini kita bertemu. Terbang dari pulau yang penuh janji. Indah negeri yang kita tapaki, namun hati kita bersama negeri kita sendiri.

Aku hajar kerinduan itu dengan menonton pertunjukan di gedung teater. Melupakan tugas2 kuliah yang masih menumpuk. Sedikit memberi kesempatan pada otakku untuk bersantai. Esok aku berencana mencarinya. Di tempat yang pernah kita janjikan dulu.

Pagi2 sekali aku keluar dari flatku. Ingin segera sampai disana. Beberapa jam saja aku duduk di tempat itu. Menanti. . .menunggu. . .tapi tak ada siapa2. Kau sudah sampai? Atau kau masih dalam perjalanan? Atau kau telah lelah menungguku dan pergi akhirnya?

"gadis bangun. . .ada Lani datang," suara ibu itu menyadarkan mimpiku. Ah, tadi itu hanya mimpi. Aku jadi tersipu sendiri.

Aku kaget dengan tamu itu. Ibu bilang Lani? Dia pulang? Dia sudah pulang. Ah Lani aku rindu. Akhirnya ada juga yang datang dikala semua pergi meninggalkanku.

Aku langsung berlari menuju ruang tamu. Aku lihat dia berdiri di mulut pintu. Badannya tinggi dan wajahnya yang tampan tersenyum padaku. Dia membawa banyak sekali bingkisan oleh2 yang kupesan sewaktu dia menelfonku. Aku tersenyum geli melihatnya.

"nih pesananmu gadis," katanya sambil menyerahkan semua plastik2 dari tangannya padaku.

"wah . . .terimakasih. Tak ada yang terlewatkan"

"temani aku menemui lisa, gadis pujaanku. . ."

aku melotot kaget. Sudah 3tahun dia pergi tapi masih juga ingat pada bunga desa itu. "serius mau kesana? Siap sakit hati?"

"lho kenapa?"

"lisa sudah menikah tiga bulan lalu."

"oh begitu." ucap lani datar. Aku pikir dia akan mengucapkan kata2 patah hati tapi tidak ternyata.

"hei, kenalkan umair padaku"

aku kaget mendengar itu. Sejak kapan dia tertarik dg topik ini? Kenapa tiba2 th? Oh blogg ku. Habis sudah aku hari ini.

"emang dia tampan? Tampanan mana sama aku dis?"

aku tertawa terpingkal-pingkal. Ah lani, kalau kau tahu siapa umair kau pasti bisa pingsan karena deskripsimu meleset tota

1 komentar:

Endang Kurnia at: 14 Juni 2010 pukul 23.52 mengatakan...

Sekarang endang yang pengen kenal ma Lani... Umair juga deh...

Posting Komentar

Powered By Blogger