"Februari ini adalah bulan-bulan akhir musim dingin. Jaket-jaket tebal akan segera di gulung. Ingin cepat2 summer," Itulah kabar dari seorang teman dunia mayaku yang tinggal di Belanda sekarang ini.
Jika di Belanda musim dingin tinggal di ujung tanduk maka di sini masih musim kemiskinan dan pengangguran.
Kepulangan lani membuatku terlalu banyak membuka telinga. Dia tak bosan-bosan cerita panjang lebar. Dan tingkahnya yang paling menyebalkan adalah dia terlalu pandai muncuri perhatian keluargaku, terutama ibu.
Aku tidak tahu jelasnya kapan dia bisa begitu dekat dengan keluargaku. Curhat mengenai apa saja pada ibu. Dia bagai keluarga kami sendiri. Aku sangat tahu jika dia menelfon ketika masih di taiwan dia, lebih banyak ngobrol dengan ibu. Jujur saja kadang aku cemburu dengan kedekan lani dan ibu. Aku cemburu jika ibu memberikan perhatian padanya.
Tapi kali ini tak seperti biasanya. Lani yang selalu ceria jika ngobrol dengan ibu tampak aneh. Mukanya menunduk saja. Matanya merah. Biasanya kalau lani sedang curhat pada ibu aku tak akan mengganggu. Membiarkan lani asyik meluapkan semuanya. Aku merasa ada sesuatu yang membuatnya sampai seperti itu. Ada apa?
Terpaksa aku mendekat. Bermaksud untuk merubah suasana, "yah. . .raja ngebanyok bisa sendu juga ya? Ckckck. . .mata merah. Muka ditekuk. Ada apa? Patah hati? Kemarin keliatan datar saja. Nah sekaran?"
"eh. . .si gadis malah menggoda," ibu melindungi Lani.
"Badai pasti belalu Lan! Gak ada tuh pacaran. Kuno! Langsung nikah aja. Usir Lisa jauh2. Dia sudah nikah."
ibu melotot padaku setelah aku bicara itu. Aku pikir Lani akan membalas kata2ku dengan banyolan khasnya. Sepertinya dia benar2 patah hati. Aku diam dan langsung pergi meninggalkan ibu dan Lani. Mungkin lebih baik jika Lani bicara dengan Ibu saja.
Sepulangnya Lani dari rumah ibu langsung mendekatiku, "gadis. . . Jangan diulangi lagi kata2 tadi. Lani bukan sepertimu."
aku hanya diam. Aku merasa bersalah pada Lani. Aku melihat diriku sendiri dengan Kerudung berjuntai panjang dan semua keyakinanku. Lani...maafkan aku jika kata2ku membuatmu tersinggung.
"gadis. . .lani itu bukan pemuda sepertimu dan teman2mu. Jika teman2 yg sering kau ceritakan pada ibu adalah pemuda yang lbh suka ada di masjid dan ngaji maka Lani masih lebih tertarik dengan nonton film di bioskop atau nongkrong di kafe."
aku semakin merasa bersalah. Akhir2 ini aku sering menyudutkannya dengan prinsip2ku di saat dia mengalami patah hati. Argh!! Tapi salahkah? Tidak ada yang salah kupikir. Oh, caraku mungkin yang tak tepat.
"jadi gimana bu?" tanyaku pada ibu
"ya sudah. Semua sudah lewat. Dia takut sama kamu dis!" jawab ibu sambil pergi.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar