Perempuan pesisir 1

oleh Sri Asnawati pada 18 Mei 2011 jam 0:01

Pilihan itu adalah awal aku memasuki dunia yang tak lagi memberiku ruang untuk bermimpi dan berimajinasi. Aku hanya diberi waktu untuk memikirkan strategi sebaik mungkin untuk menjadikan segalanya real. Bukan lagi mimpi tapi harus nyata. Bukan lagi imajinasi tapi harus nyata juga. Itu semua karena pilihanku menikah di usia 16 tahun.

16 tahun adalah usia yang membuatku berhenti sekolah. Berhenti belajar yang sangat aku sukai. Kenapa aku harus menikah? Padahal aku mengetahui benar bahwa study ku sangat bagus. Hampir selalu masuk 3 besar sejak sekolah dasar. Kadang aku sendiri berpikir, "apa istimewanya lelaki itu?". Ya, lelaki yang sekarang menjadi suamiku.

Aku harus mengaku bahwa mimpi-mimpiku telah dikalahkan oleh cinta pada lelaki itu. Lelaki yang aku cinta. Lelaki yang menjadi bapak dari anak-anakku. Aku tidak menyesal. Aku tidak menyesal walau banyak yang menyakitkan kualami karena tembok kelas sosial terbentuk begitu kokohnya. Mertuaku tak pernah mau memahami bahwa memiliki menantu cerdas adalah aset yang berhaga. Ia sama sekali tidak tahu bahwa menantu sepertiku akan memperbaiki kualitas keturunannya. Sudahlah...aku hanya pasrah mengenai masalah itu karena berdebat membahas masalah genetika dengan mertuaku tak akan mereka pedulikan. Aku benar-benar menjamin bahwa keturunanku akan berkualitas walau aku perempuan dari keluarga ekonomi kelas bawah.
BERSAMBUNG...


True stori
Hasil wawancara dengan seorang kawan perempuan

2 komentar:

Muzayyanah at: 3 Desember 2011 pukul 23.25 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Muzayyanah at: 5 Desember 2011 pukul 01.00 mengatakan...

^-^ I wait from you the next story n I miss U teteh

Posting Komentar

Powered By Blogger