Kesunyian malam terbelah oleh gemuruh hati yang bising. Nyanyian riang pemuda malam seolah jadi lagu pilu yang menyayat sementara kodok bernyanyi riang tanpa beban.
Ada yang hinggap. Entah itu apa. Membuat bantal basah dan nafas amat berat. Senyum mendadak tersisihkan. Terganti oleh "arti" yang masih belum bisa kuartikan. Ada apa? Mengapa? Aku masih tak mengerti.
Aku tidak mau menggigil karena dilucuti kejujuran. Biarkan saja. Ya! Biarkan saja menguap. Lalu. . .aku akan menanti uap merubah dirinya menjadi hujan. Hujan. . .yg memberi ketenangan. Menyelimuti diri dengan kedamaian. Tak harus dipaksakan untuk cepat-cepat dimengerti. Aku akan mengerti. Entah kapan dapat kupahami.
Kuambil kertas. Kucoret-coret kertas. Kulukis gambar lingkaran disana. Kau tahu? Simetri lipatnya tak terhingga tapi hanya memiliki satu pusat saja. Lingkaran seperti angka nol bukan? Nol bukan berarti kosong. Ia ada kasih. . .
Lingkaran seperti huruf O bukan? Huruf yang menandakan pengertian dan rasa paham paling dalam hingga bibir dapat mengucapkan "ooo..."
tidak akan ada yang tahu kecuali malam dan Robbku tentang tragedi hatiku. Cinta, rindu, sunyi, benci, bosan, mengkhianati atau dikhianati, menuduh atau dituduh.
Ah. . .mata tak kunjung lelah. Masih juga terjaga. Padahal pintu tlah terkunci dan lampu tlah mati. Kenapa? Atau karena hatiku masih belum mati?
Selimut biru sudah kuyup dan mata masih lekat pada kotak disudut kamar. Kertas-kertas di kotak itu. . .aku lupa apa isinya. Lebih baik lupa. Baiknya tidur saja.
Rasanya menyita bnyk waktu sekali. Dalam mimpipun aku dikejarnya. Terjaga lagi. Sudah payah. Dan betapa bingungnya membedakan mimpi dan fakta hari ini.
Terjepit kesendirian yang sunyi. Malam benar-benar mendakwaiku. Aku jd terdakwa? Film masalalu diputar. Tersudut. Tidak bisa lagi mengelak. Itulah keadaan diriku. Terlihat jelas. Tawaku dan air mataku sayang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar