
Tubuhku gemetar. Berguncang hebat. Laki2 berseragam itu datang lagi. Polisi penagih hutang itu datang membawa kertas bermaterai yg disodorkan kpd bpk dan bpk tanda tangani. Setelah mendapatkan tanda tangan bpk 2 polisi itu pergi.
Aku takut menatap mata ibuku. Aku tak berani bertanya pada ayahku. Rasanya energiku ditarik habis hingga tak bersisa. Aku hanya beku tak bersuara. Hanya butiran bening yang makin deras keluar membasahi pipi.
"pak, sampai kpn kt msh bs bertahan?" ibu bertanya pd bpk sambil meneteskan air mata "ibu sudah tidak kuat lagi pak!"
"entahlah bu. . .akan smp kpn kt mampu bertahan," bpk menjawab seadanya
"apa yg bs gadis lakukan bu?"
"kuliahmu. . .km berhenti dulu saja," ibu berkata.
Ibu. . .yang selalu mengeluarkan kata2 dukungan kini berbalik 180 derajat. Kata itu seolah petir di siang bolong. Rasanya badanku mau roboh mendengar kata2 ibu tadi.
"baik nya saja spt apa bu. . .gadis nurut"
cita-citaku harus kandas sampai disini? Sudah tinggal beberapa langkah lagi. Hanya tinggal skripsi saja. Tapi . . . Robby, cobanmu membelai keyakinan dan tekadku.
Aku masuk kamarku. Aku buka buku tabungan. Uang di dompet. Celengan kodokku. Tidak cukup!! Tidak cukup untuk biaya semester ini.
Air mataku meleleh lagi. Janji itu Cinta. . .
Janji itu Rindu. . .Aku kalah!!
LELAH!! Haruskah rehat? Atau sudahi saja semuanya. Membiarkan semuanya menguap tak bersisa atau hanya butuh menangis dan memuntahkan kelesuan?
Saat harapan serasa sempit hanya pengharapan padaMU yang dapat menjadi pelipurnya. Kota tujuan itu kapan aku jamah jika semua berhenti disini.
Oh saat seperti ini aku ingin berjumpa dengan profesor tp ia sudah tak ada. Ya, Umair mungkin bisa kutemui tp ia pun sibuk. Aku lunglai.
Setelah sholat isya yang penuh doa di sujud penghabisan,
Novel pemberian profesor itu aku baca lagi. Setidaknya aku masih punya mimpi. Masih percaya dengan harapan walau bkn spt mimpi yg dulu.
0 komentar:
Posting Komentar