Aku tidak terlalu tepesona pada mawar. Entah mengapa pesona kembang tatar lebih membiusku dari pada mawar. Mawar dan tatar sama-sama berduri tapi, ada banyak yang membedakan. Mawar terlihat begitu cengeng karena keberadaannya di rumah-rumah sebagai pemanis halaman.
Hari ini aku pergi ke Rusia hanya untuk mencari Leo Tolstoy dalam “war and Piece” atau “anna Karenina”. Saat dalam perjalanan aku melihat sekelompok semak duri berbunga merah darah di dalam sebuah parit yang di Rusia disebut sebagai semak “tatar”.
Aku sama sekali tak akan mengambil kembang tatar karena aku tahu benar bahwa itu akan sangat sulitdilakukan: bukan saja aku tertusuk duri dari segala sisi, bahkan menembus sapu tangan yang aku balutkan pada tanganku, tapi tanaman itu juga sangat liat sehingga aku harus berkutat lama untuk memutus seratnya satu demi satu.
Aku sangat takjub pada kembang tatar. Bagiku tatr menyimbolkan “BETAPA KERASNYA IA BERTAHAN, DAN BETAPA MAHALNYA IA MENGHARGAI HIDUPNYA”. Itulah pelajaran yang aku peroleh saat melakukan perjalanan di Rusia. Disana aku pun sempat melihat “campanula” ungu dan putih yang mirip bunga tulip.
Melihat pemandangan ini di Rusia membuatku ingin tetap terpaku sampai aku sangat lelah. Tapi….aku ini orang Indonesia. Aku harus segera pulang ke Indonesia karena puisi terindah di pesisir tanah Cirebon selalu aku rindukan. Ingin cepat-cepat sampai di rumah untuk duduk di teras rumah yang dironai warna kemerahan di waktu senja sambil berbincang dengan kuntoeijoyo.
Aku harus berlama-lama ada di rumah untuk membaca puisi-puisi indah disana karena aku akan pergi dari rumah untuk bertemu dengan kurnia di Ibu Kota, Jakarta selama dua tahunan. Pasti aku akan sangat merindukan rumah bocorku itu.
Kota metropolitan yang konvergen dan tersedia ketakterhinggaan makna hidup menambah kumpulan asa menjadi himpunan keinginan. Hidup disana seperti fungsi y = x yang arahnya bisa saja dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas.
Sore ini aku akan pulang ke Indonesia…tanah airku….aku jadi teringat dengan Umair yang suka dengan warna putih. Ingat dengan pertanyaan bapak di rumah, “ kenapa pilih ke Jakarta bukan Bandung atau Yogyakarta Gadis? ”
Aku hanya diam dan berkata dalm hati, “ aku juga ingin ke Yogyakarta tapi nanti Pak setelah Umair memberikan senyumannya hanya untukku. Aku akan berjalan-jalan saat senja bersamanya dan berkunjung ke Candi Boko. Makan malam di restoran dekat Candi Boko yang ada di tempat tinggi sehingga aku dan dia bisa melihat dengan jelas kota Jogja dari atas. Setelah itu kita langsung pergi ke Prambanan untuk menonton pertunjukan sendratari Ramayana dari dua versi, Indonesia dan Thailand. Lalu aku dan Umair berjalan pulang sambil bergandengan tangan “
“ Bapak hanya pesan kamu jaga diri baik-baik Gadis!! “, ujar Bapak teduh
Aku sudah berada di pesawat. Aku lihat Rusia dari atas awan. Aku pulang……
Di dalam pesawat, kelas eksekutif yang membuatku begitu nyaman. Anna Karenina begitu berbaik hati meberikan tiket kelas eksekutif untukku. Dia bilang, “ aku ingin perjalanan pulangmu dapat kau alami dengan senyaman mungkin Gadis agar kau tak jera datang kembali menemuiku di Rusia.”
“ ah, kau ini Anna…kau adalah sahabat baikku. Tentu saja aku akan senang membantumu. Jika kau memerlukan bantuanku. Jangan enggan mengatakannya padaku, “ aku katakan begitu padanya saat perpisahan kami di moskow sambil memeluk tubuhnya yang wangi.
Aku senderkan kepala di kursi. Memposisikan tubuh senyaman mungkin. Aku pejamkan mata. Aku membiarkan diriku ternbang meninggalkan pesawat. Jauh berkelana menembus negeri yang aku sendirilah pembuat skenarionya. Terserah padaku aku menjadi putri paling bahagia atau ratu paling berkuasa. Tak ada yang mengganggu. Tak ada yang mengusik. Semuanya terserah padaku saja. Aku sudah persiapkan semuanya sesempurna mungkin. Bahkan pramugari yang jelita pun tak kan kubiarkan mengusik perjalanan jauhku, “miss can you help me?”, aku memancing perbincangan dengan pramugari yang paling jelita di antara yang lainnya.
“yes, what can I do for you?”, dia menawarkan apa yang aku inginkan dengan sangat santun. Entahlah dia mengatakan itu dengan tulus atau sekedar memenuhi tanggung jawab pekerjaannya yang memang harus memperlakukan aku dan semua penumpang pesawat seperti itu.
Aku jelaskan apa-apa yang harus ia perlakukan terhadapku. Yang pasti aku tidak mau diganggu oleh tawaran-tawarannya untuk meminum soft drink, copi, makan, atau apa saja.
“ ok miss. I will do what you want”, katanya tetap ramah lalu pergi dari hadapanku.
Setelah percakapan dengan pramugari tuntas aku langsung memulai pengembaraanku. Aku pejamkan mata sambil perpikir. Aku ingin melihat ia yang memakai baju putih. Lama tak kunjung terlihat senyumnya yang begitu aku rindukan. Aku meronta. Aku sangat merindukan dia. Kenapa aku tak bisa melihatnya? Aku ingin melihatnya sebebtar saja. Aku memohon entah pada siapa. Aku bingung harus minta tolong pada siapa agar aku dapat memandang senyumannya. Lalu aku melihat seseorang berdiri membelakangiku. Aku mengenal postur tubuh itu. Orang itu lalu berbalik melihat ke arahku.
“ kau tak pantas melihat senyumannya Gadis! “ ucap laki-laki itu.
Kenapa? Kenapa kuntowijoyo yang datang menghampiriku? Kemana ia yang memakai baju putih itu? Sudah pergi meninggalkan akukah?....
“ kenapa bapak yang ada di sini? Lalu kenapa bapak berkata aku tidak pantas melihat senyumnya? “ aku memberondong pertanyaan pada kuntowijoyo.
“ lihat dirimu Gadis. Lihat denga jelas. Apa harus juga bapak katakana semuanya dan membuatmu menangis semalaman? “ kuntowijoyo nanar menatapku
Aku diam. Tak berani lagi berkata apapun. “ sudah pak. Aku tahu diri. Aku tidak ingin bapak menjelaskan semuanya. Diamku pun sudah menusuk sembilu. Aku tidak akan berusaha memaksa diriku memandang senyumnya “, aku mengatakan itu dengan air mata yang tiba-tiba meleleh begitu saja tanpa kusadari. Aku terlihat sangat berantakan. Aku begitu terlihat bodoh. Apa yang terjadi denganku ini sebenarnya?......
Kuntowijoyo kembali berkata. Ia menenangkanku yang begitu kacau, “ Gadis…betapa bapak sangat menyayangimu. Bapak percaya kau gadis yang tabah dan kuat. Gadis…. kau gadis kebanggaan bapak. Bapak ingin kau bukan hanya melihat senyuman si baju putih itu tapi, bapak ingin kau juga ikut tersenyum saat kau memandangnya. Jika kau hanya menyaksikan dia tersenyum dam membuatmu ngilu maka urungkan saja.”
Aku semakin terisak sejadi-jadinya mendengar kuntowijoyo yang begitu arif dan mengeti keadaanku, “ pak…bisakah bapak cerita apa saja padaku? Apa saja yang membuat air mata hilang dari mataku. Aku tidak mau saat aku tiba di Indonesia ibu dan bapak melihat mataku sembab “
Kuntowijoyo tersenyum padaku, “ tanpa kau minta bapak akan melakukan itu Gadis….”
Aku usap air mata dan menegar-negarkan diri, “ bapak mau menceritakan apa padaku? “
“ bagaimana kalau tentang cinta? “ beliau menawarkan
“ jangan pak!! Aku tidak mau. Nanti aku malah jadi semakin merana. Yang lain saja “, aku menolak dengan nada canda dan begitu dimengerti oleh Kuntowijoyo.
“ baiklah… bapak bacakan puisi saja. Bagaimana? “, beliau menawarkan disertai anggukan dariku “ ini puisi bukan bapak yang membuatnya. Bapak hanya bacakan saja untukmu. Bapak hafal benar puisi ini, Komik Strip, 1 “, beliau melanjutkan.
Kuntowijoyo langsung membacakan puisi dengan penuh penghayatan untuk seorang gadis desa yang entah bagaimana bisa sampai di Rusia.
Komik Strip, 1
“ Lupakan aku, “ katamu dengan suara pipih dan lembab
di bingkai pertama, balon percakapan
itu tiba-tiba pecah dan menghambur kabut,
juga dingin dan kata-kata di dalamnya
jadi percik rintik.
Aku menggambar p[ayung untukmu,
tetapi kau menolak dan meminta aku memelukmu:
“ biarkan aku basah dan hilang dalam sejarah ingatanmu.”
Lau kugambar sebuah rumah di binghai kedua
Dengan kamar-kamar labirin, “ Aku tersesat, “ katamu.
“ tidak!! Aku bersembunyi dank au mencarimu seperti
Permainan petak-umpet!”
Di bingkai ketiga, kugambar genangan basah
Air mata dan keringat yang
Berpunca dari resah, dan lelah,
“ Aku mau pulang dan tidur, “ pekikmu
“ Tapi, permainan kita belum usai, sayang
Kau belum menemukan tempat persembunyianku. ”
Lalu kau melacak jejak air mata, dan
Nyaris tenggelam dalam genangannya.
Di bingkai terakhir aku tak menggambar apa-apa
Tetapi, ada percakapan antara ceceran darah
Dengan sebuah luka yang menganga: “ Akhirnya,
mereka saling menemukan juga, dan
remah-remah waktu mengekalkan duka nestapa.”
“ bagus Pak…., “ kataku sambil memberikan tepuk tangan untuk Kuntowijoyo. “ puisi buatan Hasan Aspahani. Benar? “, tanyaku
Kuntowijoyo mengangguk, “ tepat.”
Setelah itu aku tersadar. Mataku terbuka. Pesawat bersiap akan landing. Pramugari itu tetap terlihat cantik memberikan instruksi bahwa kami, seluruh penumpang harus memakai sabuk pengaman karena sebentar lagi pesawat akan mendarat. Oh, Indonesia….aku injakkan lagi kakiku pada tanah gemah ripah loh jinawi ini.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

1 komentar:
catatan senja bagian ini lebih lengkap daripada di fb. Kuntowijoyo, aku juga ingin bertemu dengannya. Kalau kau bertemu sampaikan salamku untuknya. Agar aku bisa belajar bijaksana sepertinya...
Posting Komentar