Jarak Gadis Umair

Aku pulang dari kegiatan alloctone vrouw sampai malam. Sekitar pukul 08.00 waktu setempat aku pulang. Aku berjalan menuju mainsonette. Musim panas memang sangat menyenangkan karena langit pun akan bertaburan bintang yang penuh pesona saat malam hari. Berjalan pulang menuju mainsonette membuatku teringat tentang cerita ketika aku masih di Indonesia. Masih di rumah. Aku ingat benar dengan apa yang aku rasakan saat itu. Inilah perasaan dan kisahku saat aku berpisah dengan Umair.

Aku mendambakan cinta antara Aku dan Umair mendunia akhirat. Aku tidak tahu kapan tepatnya aku bisa merindukan dan menyayanginya. Yang jelas aku merasa bisa menjadi diriku sepenuhnya jika sedang bersamanya. Aku bisa terbuka tentang apa saja padanya. Dan kalian tahu bagaimana rasanya? Sungguh tanpa beban dan itu indah sekali. Bagaimana aku tidak menyayanginya? Mudah sekali untuk jatuh hati padanya.

Kamis, 8 juli 2010 aku merasa sangat putus asa. Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali bercerita padanya walau hanya dengan pesan singkat. Dan jika kesedihan sedang melandaku maka Umair akan menceritakan kisah-kisah yang membuatku bisa tersenyum lagi. Kisah apa saja tapi, Umair tidak pernah menceritakan dongeng klasik, legenda atau cerita apa pun milik orang lain. Dia selalu membuatkan cerita untukku. Hanya untukku. Cerita yang ia buat dan karang sendiri. Dia memang benar-benar romantis walau sering mengelak jika aku mengatakan bahwa dia romantis.

Tentu saat itu aku sedang tidak bersamanya. Dan lagi-lagi dia mengirim pesan yang membuatku jadi sedikit melankolis. Pandai benar dia membuatku jadi melankolis. Padahal dia hanya mengirim pesan, “catatan mainsonette akan selalu menjadi teman terbaik mimpiku, selalu. Berani jual berapa note itu untukku? Hanya untukku” aku benar-benar merindukannya. Jarak memisahkan kami begitu jauh. Dia ada di Australia. Sudah lama meninggalkan tanah air untuk belajar linguistik di negeri kanguru itu. Dan aku? Aku masih ada di Cirebon. Mungkin dia tahu aku tidak punya pulsa cukup walau hanya untuk membalas pesan singkatnya. Beberapa menit kemudian dia menelfonku. Tentu saja Umair tidak pernah tahu apa nama dia di phone book milikku.

“Assalamu’alaikum Indah….,” aku mendengar suara Umair dari Australia jumat dini hari setelah aku sholat tahajud. Aku benar-benar merindukannya
.
Aku masih tertegun. Sampai tidak bisa berkata-kata. Akhirnya Umair berkata lagi,”Indah, masih tidur?”

“oh…wa’alaikum salam. Tidak, sudah bangun,” jawabku grogi.

“kabarmu baik?”

“Alhamdulillah”

“bagus kalu begitu. Sebenarnya aku ingin menagih janjimu padaku. boleh aku tagih sekarang?”

Dahiku berkerut. Aku bingung dengan janji yang ia maksud. “janji? Janji apa?” tanyaku padanya karena memang merasa bingung dengan janji yang ia maksud.

“hey, kau lupa? Cepatlah kesini. Ke Australi. Aku menunggumu disini. Bukankah kita pernah berjanji bahwa kita akan bertemu di tempat yang kita janjikan? Di kota impian kita”

Aku diam. Ya, dulu aku pernah berjaji tentang hal itu tapi agaknya aku benar-benar tidak bisa memenuhinya. Bagaimana bisa aku pergi ke Ausrtalia sementara skripsi saja belum sempat aku selesaikan. Dan aku pun tidak punya ongkos untuk menemui Umair di kota yang kita janjikan. Akhirya aku mengatakan sesuatu yang membuatnya sangat kecewa,”Umair...aku tidak bisa ke Australia. Aku benar-benar tidak bisa ke sana. Mimpiku bukan ke Benua itu”

Tidak ada jawaban dari seberang sana. Umair diam beberapa saat. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku makin menyayanginya, “aku percaya padamu. Aku akan tetap menunggumu di kota yang telah kita janjikan. Belajarlah dengan giat. Aku yakin kamu bisa menemuiku disini. Aku akan selalu merindukanmu”

“ya, trimakasih atas semua perhatianmu padaku. kau baik sekali”

“ah, kamu ini….aku memang baik padamu dari dulu” ucap Umair menggoda sambil tertawa.

“oh ya, sudah dulu ya... Nanti kapan-kapan aku telfon lagi” Setelah aku menjawab, “ya” Umair langsung memutus sambungan telfonnya.

Aku harus belajar dengan giat. Aku ingin menyusul Umair yang sudah lebih dulu mencuri strat dariku. Dia sudah sampai Australia menyelesaikan pendidikan masternya. Aku memohon dengan doa penuh pengharapan. Semua aplikasi pendaftaran di salah satu Universtas di Australia yang telah aku kirim februari tahun kemarin semoga lolos. Dan yang lebih penting semoga aku pun bisa mendapatkan APS. Memang sangat lucu jika akhirnya aku bisa ke ustralia karena aku yakin Umair telah menyelesaikan studinya saat aku samapi. Kalau aku datang Umair malah harus pulang ke Indonesia. Bagaimana jika sudah begini? Tidaklah menjadi masalah menurutku karena aku lebih berharap semua aplikasi masuk Utrecht dapat lolos. Aku akan lebih senang berguru pada Frudental. Tapi aku percaya bahwa Allah akan mempertemukan kami di tempat yang indah suatu saat nanti. Walaupun bukan di Australia pikirku.

ALLOCHTONEN


Hidup menjadi perantau di Eropa adalah siap menjadi minoritas. Aksi-aksi rasis dan diskriminatif adalah hal biasa yang harus siap kami terima. Mulai dari dicurigai jika datang untuk membeli sesuatu di toko, tidak diturunkan di halte berikutnya waktu memencet bel, dan banyak lagi. Pernah ada seorang ibu-ibu berkata pada temannya, “pas op met jauw portemone!” aku tahu kata-kata itu ditujukan padaku. “aku bukan copet!” Keluhku dalam hati. Mereka pikir aku tidak mengerti dengan kata-kata itu. setidaknya aku cukup mahir berbahasa belanda. Ibuku yang keturunan Belanda mengajariku bahasa belanda dengan cukup baik. Aku bukan termasuk tipe orang yang pasrah jika di perlakukan seperti ini. aku langsung mengatakan, “wat is era aan de hand, mewrouw? Ben je bang?” Walaupun aku mengatakan itu mereka tetap menjaga jarak denganku seolah aku adalah kriminal. Tapi setelah aku mengatakan bahwa ibuku asli Holland sikap mereka langsung berubah manis. Mereka bertanya ibuku tinggal dimana. aku menerangkan bahwa ibuku tinggal di jawa, Indonesia dan menikah dengan petani Indonesia. Sementara aku sedang belajar di Utrecht. Inilah adegan yang paling aku sukai. Saat nyonya-nyonya belanda itu kebakaran jenggot mengetahui fakta yang ada. Mereka malu sekali pada orang-orang Indonesia. Selain karena sejarah masa lalu juga karena banyak diantara mereka yang menikah dengan orang Indonesia. Tapi peristiwa ini akan segera lalu karena besok adalah hari kamis.

Kamis adalah hari yang paling membahagiakan bagi aku dan Umair karena kami berdua sama-sama tidak ada jadwal kuliah. Setidaknya selain shaum sunnah kami bisa asyik membaca buku-buku pergerakan yang kami beli dalam versi elektronik book. Saat kami sibuk dengan bacaan kami masing-masing, tiba-tiba bel berbunyi. Agaknya ada tamu yang datang. “teeet…..teeet….teeet….” suara bel dipencet oleh seseorang di balik pintu. Aku dan Umair saling berpandangan. Agaknya kami berdua sama-sama heran siapa yang bertamu siang-siang begini. Saat aku hendak berdiri membuka pintu tiba-tiba tamu itu sudah masuk dan mengatakan, “moshi moshi mei,” pada kami berdua. Aku sudah tidak heran lagi dengan tamu satu ini. Siapa lagi kalau bukan makoto dari negeri penjajah, Jepang? Makoto adalah teman Umair. Mereka berdua sama-sama belajar linguistic di Utrecht. Bukan main kalau mereka berdua sudah bertemu aku bisa jadi kambing conge jika mereka berdua sudah ngobrol.

Aku mengerti benar maksud kedatangan Makoto. Tanpa basa-basi aku langsung menawarkan minum pada Makoto, “drink? Tea or coffe?” tawarku padanya.

Makoto langsung menjawab, “ up to you”

“ok,” dan aku pun pergi ke dapur membuat teh untuk Makoto. Beberapa menit kemudian aku menyuguhkan teh dan cemilan untuk Makoto. Makoto mengucapkan, “Arigato gozaimatsu” padaku. aku hanya menjawab dengan senyuman. aku pun meninggalkan mereka yang tampak asyik membicarak urusan kuliahnya masing-masing. Jika aku tetap memaksakan diri ada diantara mereka berdua maka bisa dipastikan aku jadi kambing conge.

Akhirnya aku masuk kamar dan siap-siap pergi ke kegiatan alloctone vrouw (perempuan asing). Setelah siap aku keluar lalu menemui Umair dan Makoto. “aku ada kegiatan alloctone vrouw hari ini. Oh ya tahu strippenkaart-ku ada dimana?” aku bertanya pada Umair.
umair menunjuk meja dekat jendela. Aku segera mengambil strippenkaart yang ada di atas meja lalu berkata, “tot zo…,” pada Makoto. Makoto teersenyum sampai mata sipitnya tertutup oleh kelopak mata.

Sementara Umair mengatakan,” pas op,” padaku.
sebenarnya aku ingin sekali menghabiskan waktu bersama Umair akhir-akhir ini karena enam bulan lagi aku akan kembali ke Indonesia. Sendirian. Tanpa Umair. Ya, karena Umair menempuh jenjang pendidikan yang berbeda denganku. Aku masih menyelesaikan S2 sementara Umair sedang menempuh S3. Aku pikir dia akan menjadi ahli linguistic yang hebat. Kalian tahu kisah sebelum kita bisa betemu di Belanda dan tinggal di Mainsonette? Bagaimana ya? Ya, bisa dibilang seperti kejar-jejaran dan saling mencari.

MAINSONETTE

Teramat pagi untuk m'bicarakan ambisi tp jiwa pemuda akan sll diselimuti mimpi. Ambisi takkan pnh lari dr manusia jenis ini. Dan wkt ini tak lg pagi. Rupanya telah menjelang senja. Itulah cttn sejarah hdp. Ia mengalir bak air terjun d tengah keangkuhan mlawan wkt yg mnimbulkan kerut di kulit.

Ada Cinta dan Rindu yg tak pnh ku temui. Aku mrindukan mrk. Sudah bersuamikah atau mungkin mrk tlah bahagia dg anak2y? Mainsonette ini adlh tempat indah yg ku singgahi skaligus tmpt yg menawanku untk mnemui Cinta dan Rindu slama 1,5th trakhir. Aku ingin pulang. Aku ingin istirahat dr ambisi. Tunggulah aku d negri terindah milik kt. Sebentar lg. Ah, rasanya ingin segera menginjakkan kaki d bandara Schiphol. Aku ingin plg...tp 6bln itu lama bkn? Terasa lama bg org yg me2ndam rindu.

"Indah, ayo brangjat. Km tdk blh terlambat. Hr ini ad kuliah penting bkn?" Umair menyadarkan lamunanku. Umair adalah tipe org yg sngt perhatian, pnh pertimbangan, bs m'jd sahabat yg baik dan lbh suka memanggilku Indah dr pd Gadis. Aku sngt menyayanginya. Kami b2 menempati mainsonette d lantai4.

"ya, aku sdh siap. Bawel!" aku m'jwb stengah berteriak dan sdikit menggoda.

Huh, bljr 'the element of real analisit' m'bwt otak capek dan kpala berat. Aku t'senyum tringat rumus yg hny dimiliki olh org2 Indonesia. Kau th rumus apa itu? Rumus ABC. Dr belahan dunia manapun tak akn ad rumus mcm itu kecuali d Indonesia. Formula itulah yg akn menyelamatkanku saat ujian tesis kelak. Bs disebut ini adlh senjata rahasia. Aku ingin menyelesaikan studiku dg cepat dan plg se2gera mungkin.

"kau tdk ad kuliah kan hr ini? Masak yg enak ya. . .kasianlah pd ku. Energiku pst terkuras blajar angka2. Bye. LOVE YOU..." Aku keluar dilepas senyum Umair yg senang dg kata2ku.

Aku mnuju Utrecht Universeit. Ya, dl aku ingin kuliah d universitas tertua d Belanda, Leiden Universeit tp, tampak'y aku malah hrs bljr pd Frudental. Oh, RME. . .RME. . .dan RME.

Hr ini pertanyaan pertama adlh, "ben je asielzoeker?" pertanyaan ini muncul mungkin krn aku berdandan biasa2 sj dan berkerudung. Sebal benar rasanya! "dasar otak penjajah," makiku dlm hati. Aku langsung m'jwb agak ketus pd perempuan yg brtanya pd ku, "sorry mevrouw, ik ben Indisch. . .weet je dat vroeger Nederlands pakt alles van mij land. . ." smbl berbalik badan dan b'jln menjauh dr'y. Puas skali. Bahkan aku hampir tak sadar bs mengeluarkan kata2 mcm itu.

Spulang kuliah aku lapar skali. Rasanya enak menyantap masakan Umair tp ktika aku plg tak ada satupun makanan yg terhidang. "apa sj yg km lakukan d rmh? Tdk masak? Aku lapar!" ucapku agak kesal.

Umair hny senyum2 smbl m'jwb, "aku hny mnunggumu plg"

"ah, tdk akan kenyang dg senyumanmu"

"ayo kt kluar. Makan malam d luar sj," Umair menarik tanganku keluar Mainsonette, "yang pasti kejutan. Romantis. Km pst suka"

"heh?" aku heran, "tnggu. . ." aku menarik tanganku dr genggaman Umair dan berhenti melangkahkan kaki.

"ayo. . .percaya pd ku" Umair b'kata smbl mrangkul bahuku. Kali ini akt tdk bs apa2 tp, aku sll pcy pd nya. Lalu dia mlanjutkan lg, "nnt. . .sblm kt plg k Indonesia kt akn pergi k Barcelona dlu"

"hmm. . ." jwb ku smbl t'syum bhagia. "ke Green Gables jg ya!"

"heh, dasar bnyk maunya"

"biar. Krn permintaan pergi ke Green Gables hny ku tujukan pd mu. Kalau k Barcelona tak apalah d ajak org lain.hahaha..."

kami berdua b'jln d malam hr d bwh bintang yg bertaburan smbl bergandengan tangan. Kanal2 d spanjang jalan memantulkan cahaya bulan yg indah. "kau bahagia?" tanya Umair.

"ya"

Mendamba Bunga di Taman Macan Ali

Saat semua mahasiswa berhamburan keluar kampus Gadis itu malah menerobos arus. Ia masuki bangunan yang menjemukan dan terlampau sunyi. Mungkin karena malam minggu akan datang beberapa jam lagi maka aktivitas akademis enak untuk cepat-cepat dienyahkan dari kepala mahasiswa.

Ada apa dengan Gadis itu? Hatiku penuh seribu tanya terhadapnya. Tanpa ia tahu aku mengikutinya dari belakang. Aku tak habis pikir sesore dan sesepi ini ia menuju lantai tiga sendirian. Ia keluarkan kursi dari ruang paling ujung lalu duduk di sudut balkon. Aku tetap penasaran dg apa yg akan dia lakukan.

Aku hanya bisa mengamati sang Gadis dari jauh. Pandangannya menerawang jauh di hamparan langit sore. Lalu aku melihat air matanya meleleh sambil membaca Al Quran. Aku tetap mengamatinya dan semakin takjub. Gadis itu. . .tiba2 memejamkan mata sambil menyenandungkan doa pada Tuhannya.

Ditengah keterpesonaanku pada Gadis muda itu aku dikagetkan oleh suara dari belakang. "hey, apa yang kau lakukan? Mengintip!" sergah suara yg tak asing bagiku menghakimi.

Aku kaget dan mengelak dg tergagap, "o. . .ya. . .anu. . .aku . . .cuma. . .cuma . . .mau tahu apa yg ia lakukan Macan Ali"

"oalah pembelaan. Dasar pemuda badung," Macan Ali menyudutkan.

"hey, jangan keras2 nanti Gadis itu tahu aku melakukan kekonyolan ini. Sttt. . . Pelan bicaranya," aku berbicara setengah berbisik sambil menempatkan jari telunjuk di bibir.

"hmm. . ." macan ali sepakat.

Tiba2 Gadis itu bangkit dari kursinya lalu berjalan melalui Aku dan Macan Ali. "huh. . .ketahuan. Pasti" ucapku dlm hati. Ya Allah. . .Gadis itu cantik sekali.

"ah, kau terpesona padanya," Macan Ali menuduh tajam dan aku hanya tersenyum kering mendengar ucapan itu.

Tak menunggu aku berkomentar Macan Ali berkata lagi, "Gadis yang baru lewat tadi adalah satu diantara bunga-bunga terbaik di taman kandangku"

"benarkah?" Tanyaku penasaran pada Macan Ali.

"tentu saja" jawab Macan Ali tegas "tapi jumlah yang sejenis itu sedikit. Hanya puluhan diantara ribuan"

"oh. . .sesedikit itu? Bagaimana bisa aku mendapatkannya?"

"hahaha. . . ." Macan Ali tertawa "jadi kau mendambakannya?"

"ya," jawabku malu dg muka merah padam.

"hey, pemuda. Kau perlu modal untuk menghirup wangi bunga terbaik di tamanku"

"apa?" tanyaku tergesa dan penasaran. "otak brilian? Istana indah? Atau mahar jutaan?"

"ah, kau ini. . . Sepertinya kau pemuda yang serakah benar"


"lalu apa?"


"agamamu. . .keimanan dan ketaqwaanmu," Macan Ali menegaskan penuh penekanan sementara aku terdiam tanpa kata.

"bahkan BIDADARI PUN CEMBURU PADANYA?" aku bertanya pd Macan Ali sambil menahan air mata.

"ya. Baik pemuda . . . Aku harus keliling memeriksa kandang2ku" Macan Ali berkata sambil lalu dari hadapanku.

Rasanya angin sore ini begitu menyayat hatiku. Kemilau surya senja seolah air garam yang dipercikan pada luka di sekujur badan. Pelabuhan hati begitu sulit untuk didapatkan. Belum lagi aku bukan aktifis dakwah kampus. Pastilah aku tak masuk kriteria Gadis itu tapi ya Allah. . .aku punya niat suci padanya walau dg segala kekurangan yg aku punya. Kali ini aku yg terpejam sambil memanjatkan doa.

Membunuh Penderitaan

Atap seng rumah ini benar-benar menggoreskan infeksi yang tak bisa lg disembuhkan. Aku pikir aku bisa tetap bertahan menanti senja yang indah. Tapi, rupa-rupanya semua kamuflase itu harus berakhir. Berakhir karena aku benar-benar telah membunuh penderitaan ini dg tanganku sendiri. Inilah pemberontakan yang tertahan selama seperlima abad. Kini. . . Aku merdeka!!!

Sekarang aku tidak lg menanti senja. Aku lelah dan kalah. Oh, kemerdekaan. Baiklah aku mulai semuanya dari kehancuran.

"hey Gadis, benar semuanya?" Kuntowijoyo mengejar aku yang membawa banyak sekali buku.

"ya," jawabku datar

"mimpimu? Sudah tidak punya cita tuk berguru pada Frudental di Utrecht? Atau sekedar pergi ke kota tempat melabuhkan mimpimu?" Kuntowijoyo seolah meragukan keputusanku.

Aku membelalakkan mata. Menatap lekat mata tuanya yang penuh provokasi atas keputusan kehidupanku, dg amarah aku berkata "persetan dg mimpi2 itu. Aku tidak peduli." ku katakan lg padanya dg suara yg sedikit terkendali, "sudah tidak ada lg senja pak. Sekarang aku menunggu pagi. Disanalah harapanku. Tolong jangan ikuti aku lg. Aku ingin sendiri. Aku mohon... " aku pun berjalan maju tanpa menoleh sedikitpun pd Kuntowijoyo yg berdiri di belakangku yang tak lg melangkah mengikutiku.

Semua akan baik-baik saja. Aku bisa!! Aku bisa melupakan desain hidup yang selama ini kujadikan peta. Aku akan merancang peta baru yang tak penuh kesombongan dan keegoisan. Aku harus memikul beban sekarang. Mengkandaskan mimpi demi kebahagiaan orang2 yang tercinta ternyata menyakitkan hati. Kenapa? Kenapa aku masih juga sulit merelakan semuanya.

Bagaimana ini Rindu? Kau mungkin tahu arti linangan air mata ini walau tanpa ada kata tuk menjelaskan. Dan kau Cinta. . .akan tetap menjadi penghibur di sela-sela kepiluan. Dan untukmu, Umair. . .aku tidak akan pergi bersamamu menuju kota itu. Kau boleh mengatakan aku kalah tapi aku memilih kebahagiaan dg melepaskan diri dari rumah bocor itu.

Aku sedang tidak terpuruk juga tidak sedang putus asa. Aku hanya sedikit sedih dan banyak menangis. Dan untuk saat-saat seperti ini tak ada teman terbaik selain Engkau, Robby. . .

Menanti Senyum Umair

Begini, aku tak pandai membuat kejutan, perhatian atau apa-apa yang dapat melukiskan kebahagiaan untukmu. Selama ini kamu saja yang lebih banyak membuat bibirku tersenyum simpul. Kau memang tega. Kau begitu tega Umair. . .Kau memang harus tahu tentang ini. Apa maksudmu mengirim sms yg mengatakan bahwa kau sedang menungguku dirumah? Dengan tergesa ku coba untuk cepat2 pulang. Malang benar aku ini. . .selalu saja berhasil kau kerjai. Dan itu cukup menjadi pelajaran terbaik ttg caramu menggodaku.

Saat aku akan mempresentasikan karya yang sangat instan kau pun masih tega menggodaku. Kau bilang, "aku ada di lantai bawah. Sekarang kau pasti ada di lantai dua kan?" hem, sekarang aku tak bodoh2 amat. Aku balas pesan singkatmu, "lantai bawah mana? Lantai bawah rumah, kampus atau apa?"

akhirnya kau ngaku juga. Kau ada di sudut bumi berbeda. Sudah puas menggodaku? aku pun bisa sedikit menggodamu. Aku bilang, "aku tdk betah ada di sini"

"kenapa?" kau bertanya penuh perhatian.

"karena di sini tak ada bau surga. Tidak ada cinta kasih karena Illahi disini" aku jawab pertanyaannya dan ternyata jawaban itu berhasil membuatmu keGRan. Aku tertawa senang.

Tenang saja profesor yang menguji baik2 kok. Satu lagi aku bisa konsultasi gratis dg psikolog. Ya, untuk mengetahui aku masih waras atau sudah setengah gila.

Tidak tahu kenapa kau mendominasi pikiranku hari ini. Apa tidak boleh aku sedikit perhatian? Iya, itu memang bukan karakterku. Aku tahu itu tapi, tolonglah jangan membuatku patah semangat belajar menjadi orang yang sedikit perhatian. Itu susah payah aku lakukan. Asal kau tahu saja. Itu benar2 susah untukku.

Ada apa? Percaya padaku. Katakan apa yang ingin kau kisahkan. Masih percaya padaku bukan? Apa selama ini kau pernah mendapati semua hal yang kau ceritakan padaku diketahui orang lain? Tidak Umair. Aku menyimpannya rapat dihatiku, untukmu. Dan kota itu. . .akan kita jelajahi bersama. "Tunggulah aku di kota itu. Tempat labuhkan semua mimpiku. . ." begitulah musisi menulis lirik indah tentang harapan menggapai kota impian. Bukan blue mountain, paris, vinice, atau barcelona tapi kota yang hanya dimengerti kita berdua. Kau tahu? Setiap aku membaca tulisan2mu aku bisa tertawa bahkan menangis sendirian. Sebenarnya ada satu hal yang ingin ku minta. Bagaimana ya? Aku malu mengatakannya, "tersenyumlah untukku Umair..."

Manipulasi Cinta

Gadis muda itu terusir dari rumah. Tak habis pikir keputusannya pindah keyakinan. Maminya tak setuju apalagi papinya. Keputusannya sangat melukai hati kedua orang tuanya. Papua itu. . .menjadi saksi butiran air mata yg keluar. Ini benar2 kesedihan yang dalam.

Gadis berkulit putih, tinggi dan hidung yang mancung itu pergi meninggalkan rumah bahkan pulau itu. Sudah tak diterima lg ia dirumah. Papinya yang keturunan Belanda tak mempedulikan lagi. Maminya yg keturunan cina tak lg memberikan kasih sayang. Natalie. . .itulah ibuku. Tentu saja namanya kini bukan lagi Natalie.

Sebenarnya aku hendak kecewa pada kebohongan bertahun-tahun yang disimpan rapat oleh ibu, bapak, dan nenek kakek dari pihak bapak. Kalian tahu? Aku tidak dilahirkan di Cirebon. Sialan dg akte kelahiran. Pantas saja aku baru punya dokumen itu saat aku akan masuk SMA dan proses pembuatannya sangat berbelit-belit. Menyakitkan!! Sangat sakit!! Karena kenyataan ini baru ku tahu di usia 21th. Aku ingin menangis. Ingin marah. Kecewa. Semuanya campur jadi satu.

Aku. . .selalu merasa bahwa aku keturunan Indonesia. Akhirnya aku baru mengerti sekarang. Ya, saat tmn2 SMP bertanya, "kamu islam? Benar?" mereka tak percaya. Mungkin karena warna kulit dan rambutku yang tak sama dg mrk. Bahkan aku dipanggil guru BP dan guru itu mengintrogasiku tiada henti. Aku ingin menangis saat itu. "aku islam pak. . .aku tidak bohong," aku menjawab sambil menangis. Ini semua dilakukan krn sekolahku pny pengalaman tak mengenakkan. ada anak non-muslim yg mengaku muslim. Krn percaya ket.anak mk jd lah anak itu bljr agama spt anak2 lainnya, agama islam. Setelah hampir 3th br diketahui org tua si anak bahwa ank'y bljr agama yg tdk sesuai dg keyakinannya. Sekolah jd dipermasalahkan. Dan kalian tahu? Aku ikut kena imbasnya. Sial benar.

Kawan-kawanku selalu bilang, "bule. . .bule. . .bule kampung" padaku.

Dan betapa tak mengenakkan saat adik2 kelas berbisik, "eh . . .ada kakak bule. Itu. . .lagi jalan kesini," aku benci bisikan mereka yang terlewat keras. Aku dengar sangat jelas rumpian mereka. Aku ingin berkata keras-keras pada mrk, "AKU KETURUNAN INDONESIA!!!"

Kesal. Kesal. Kesal. Itulah yang aku rasa. Dan rasa kesal membuatku menyendiri dikamar sambil membaca buku. Aku suka bc buku2 islami walau aku belum berhijab kala itu.

SMA. Saat masuk SMA inilah aku rubah warna rambutku menjadi hitam. Tdk lg kecoklatan. Aku merasa terlihat lebih Asia sekarang walau warna kulitku masih dicurigai bnyk orang krn putih pucat. Kalian tahu? Dalam hatiku terselip keinginan yang ingin kumantapkan. Sebuah indentitas baru. Agar tak diragukan lagi keislamanku. Dan tak akan main2 kulakukan niatku. Telah bnyk ku baca buku ttg hal ini. Dan Quran surat an-nuur sll membuatku tersedu. Ayat-ayatnya seolah memprokasi diri melakukan apa yg telah ku niatkan. Akhirnya. . .aku pun berhijab. Tidak transparan. Tidak ketat. Dan menutup dada. Kelas 3SMA itu. . . . dg membaca basmalah aku tak lg mengumbar aurat. Aku Islam. Jangan panggik aku bule lagi karena aku Gadis Indah Pertiwi, itulah namaku. Akui aku sebagai warga ISLAM INDONESIA.

Akhirnya, tak ada lagi panggilan 'bule' yg tertuju padaku saat aku duduk di bangku kuliah. Tak ada yang curiga. Hanya sebagian kecil. Ya, kira-kira 0,0001% saja yg curiga mengenai keturunan mana aku ini. Hanya yg cermat saja yg akan melihat sesuatu yang aneh padaku. Mungkin karena postur tubuh warisan Bapakku yg keturunan Indonesia.

Di Cirebon ini. . .akhirnya aku merasa punya bnyk saudara. Tak lg merasa sendiri. Karena keluarga ibu telah pulang kembali ke Belanda dan ibu sudah mereka lupakan. Bapak? Cuma anak tunggal yg tak pny saudara. Nenek dan Kakek dari pihak bpk sudah tiada. Aku beruntung memiliki kalian. . .saudara seimananku. . .saudara seperjuanganku. Tak kupikirkan dan tak ingin ku tahu lagi keluarga ibu di Belanda yang mengirim kaos dan rok panjang hitam buatan Paris saat usiaku 20th. Aku bahagia hdp di Indonesia walau rumahku bocor dan hdp serba pas2n.

Ah, ibu. . .pantas kau pandai benar membuat masakan2 eropa. Dan crt2mu ttg pesawat terbang, colombo, napenee, dll seolah2 hidup dan pernah kau alami sendiri. Aku pikir ibu menceritakan ulang buku2 yg pnh dibaca ternyata ibu benar2 pernah melakukan semua itu. Pantas. . .foto ibu muda sangat berbeda. Waktu kulitnya msh pth dan tubuhnya masih langsing. Semua seolah penuh manipulasi. Biarlah... Aku terlanjur cinta ada disini. Memandang laut jawa dari gunung jati. Dari tanah sunan nan memikat hati.

Angin Kincir

Sudah dua malam aku tak tidur. Rasanya darahku berkumpul di ubun-ubun kepala. Semua sendi tulang serasa mau lepas dan sangat nyeri bahkan, mataku menangis tanpa ku minta. Air mata menetes seolah meminta hak untuk terlelap. Aku. . .akan ke Belanda. Tes tertulis sudah ku lakukan dan tak kusangka aku lolos walau hanya main-main mencobanya. Wahai kawan. . .berilah maaf padaku karena lama tak mempedulikan kegiatan di kampus belakangan ini.

Jujur saja tubuhku sangat lunglai tapi pagi itu aku harus ke Jakarta. Menuju kedubes Belanda untuk tes wawancara. Dalam perjalanan itu. . . Aku merasa tubuhku melayang. Lelah benar rasanya. Tiba-tiba mulut terasa asam. Rupanya produksi asam lambung mendadak meningkat. Aku tenggak air mineral agar mengurangi konsentrasi asam lambung. Usaha itu hanya bertahan beberapa menit saja. Aku benar-benar tak bisa berfikir. Suhu tubuh naik. Dan. . .benar saja aku muntah mengeluarkan cairan putih yang rasanya pahit. Aku lupa makan seharian itu.

Ya, ini adalah kesempatan. Aku harus bisa bertahan untuk hari itu. Satu hari saja. Ku usahakan penampilanku meyakinkan dengan memakai baju warna coklat. Warna coklat itu bisa membuat pemakainya terlihat cerdas. Tidak rasional memang tapi aku mempercayai usulan Andrea Hirata. Kebetulan aku pun suka warna ini.

Perasaanku tak karuan. Jangtung bedebar. Aku diuji oleh profesor. Aku. . . .



(to be continue)

Lelaki Senja Etnis Cina

Agar terus bisa berjalan agaknya roda harus berputar. Berputar dengan pergantian yang di atas jadi di bawah atau sebaliknya. Mereka namakan itu rekomposisi. Tak masalahlah asal maslahat. Sudah saatnya kita keluar dari kungkungan imajiner menuju hal yg lebih realistik. Dan lagi-lagi perjalanan malam sendiri harus dilakukan.

Hidup di daerah pantai itu keras kawan. Kultur masyarakatnya jauh berbeda dengan mereka yang tinggal di pegunungan. Kasar dan tak jarang main tangan. Karena tinggal di daerah macam inilah bapak menyuruhku ikut latihan bela diri. Aku selalu ingat saat aku telah ada di level tertentu di salah satu perguruan bela diri. Ya, dengan semangat menggebu kuceritakan kemajuanku latihan tiap pekan. Setelah magrib itu. . . Dengan bangga ku tarik tangan Ayah dan Ibu untuk menyaksikan aku dapat mematahkan 4 batu bata dengan tangan kosong. Ah, aku jadi bintang di hadapan Ayah dan Ibu. Cukup memuaskan!!

Pukul 06.45 mentari sudah lenyap. Jujur saja aku suka suasana malam. Tepatnya perjalanan malam. Kenapa? Karena disaat macam itulah inspirasi bertaburan dan jiwa menjadi sangat peka tentang makna kehidupan. Tentu saja malam ini aku tak ingin melewatkannya begitu saja. Aku berhenti. Menyebrang jalan dan menyusuri jalan yang cukup meriah dengan anak jalanan. Tak cukup aneh karena aku sering melewatinya. Aku masuk di rumah makan yang menghidangkan es campur yang sedap. Tapi, jika berkunjung disini malam hari tidak cocok memesan es campur. Ku pesan makanan berat dan teh botol. Dan lagi-lagi aku bertemu dengan lelaki senja itu.

"hai neng kita ketemu lagi. Es campur juga?" Lelaki senja penggemar es campur itu bertanya.

"tidak"

entahlah sejak kapan kita akrab. Semua berlalu begitu saja. Lelaki senja yang kaya pengalaman hidup. Di sela-sela makan ia bercerita tentang bisnisnya, keluarganya, dan kehidupannya.

"kok sendiri terus kalau datang ke sini? Tidak punya pacar?" seperti suara seorang kakek menggoda cucunya.

"tidak. Hobiku memang pergi sendirian"

"lihat perempuan di meja seberang. Bisa tebak berapa umurnya? Tua mana sama kamu?" lelaki senja itu menantang.

Aku tidak suka mengatakan ini sebenarnya, "tua aku pak" aku jawab.

"tua dia ah. Ya . . .beda 5th dari kamu"

"tua aku pak! Paling beda 1 atau dua tahun dariku" aku menjawab yakin. Untuk masalah mengetahui karakter orang secara garis besar cukup mudah bagiku tanpa mengenal terlalu dalam. Apalagi hanya menebak umur.

Rupanya perempuan di seberang meja mengetahui kami sedang membicarakannya. Ia makan bersama ibunya. Dengan percaya diri aku bertanya, "itu anak ibu?" pada wanita yang lebih tua dari wanita yang kita bicarakan.

"ya"

"usianya berapa tahun bu?"

"20 th tp dia sudah menikah"

aku tersenyum penuh kemenangan, "benar kan pak? Bedanya 1 atau 2 tahunan dan aku lebih tua"

"wah kamu hebat menebak umur ya" lelaki senja itu akhirnya mengakui kekalahannya.

Biasanya aku yang selalu pulang duluan tapi kali ini lelaki senja itu pamit lebih awal. Nampaknya di usia setengah abad lebih itu ia sedang menikmati masa tuanya. Ia dari kalangan etnis cina.

"berapa mas? Sekalian. Semuanya," ia menunjuk semua pesananku. Aku bengong. "sudah bapak bayar" lanjutnya sambil tersenyum dan pergi dengan mobilnya.

"wah sering-sering datang berbarengan sajalah kalau bapak traktir terus" ucapku sambil tertawa.

Aku masih menyelesaikan makanku. Ah, suara pengamen jalanan membuat suasana malam makin indah. Selesai. Aku panggil pelayan "berapa semuanya mas?"

"kan tadi sudah dibayar mbak,"

"oh!" aku berpikir lelaki senja itu cuma bercanda tadi.

"jadi ceritanya saya lagi LUCK ya hari ini?" tanyaku pada semua pelayan yang ada.

"iya mbak . . ."

"beliau itu rumahnya dimana-mana mbak. Usahanya juga banyak" satu di antara pelayan itu menjelaskan.

"oh. . .ya sudah. Pulang lah mas" aku keluar meninggalkan rumah makan itu. Setengah sembilan? Harus cepat pulang rasanya. Akhirnya, jam 9 barulah sampai rumah.

Ku Titipkan Cintaku di Thailand

Angin malam menghembuskan kabar tak nyaman membuat jiwa terpasung dalam keterjagaan. Kapan kau pulang? Untuk apa kau sambangi Thailand yang penuh konflik itu Cinta? Gelisah semalaman setelah berita pertikaian antara baju merah dan pemerintahan Thailand berhamburan. Aku ingin berfikir kau baik-baik saja tapi tak bisa!! Cinta cepatlah pulang karna aku bersama Rindu tetap menunggumu. Jika hanya ada aku dan Rindu tak akan mungkin ada gerhana ke-77. Oleh karena itu katakanlah sesuatu yang membuatku tenang. Tapi. . .sampai sekarang kau tak ada kabar.

Kebahagiaan macam apa yang ingin kau cari? Tidakkah ketabahanmu selama ini tak membuat bahagia walau sedikit. Aku tahu harga air matamu atas kehidupan ini. Ya, Cinta! Saat kau harus berkenalan dengan rumah sakit jiwa. Saat semua sisi dunia menyimpit bagimu kala itu. Maafkan aku. . .karna pernah takut mengunjungi rumahmu dengan keadaanmu seperti itu. Rumah dengan jendela pecah, tv hancur, kaca lemari rusak berantakan, dan bau asap rokok yang menusuk hidung.

Akhirnya dengan seribu keberanian Aku membawa Rindu tuk dapat berjumpa denganmu. Berharap dapat menghapus air matamu dengan tanganku sendiri. Dan benar saja aku menemukanmu menangis di sudut kamar sendirian. Ku peluk tubuhmu yang kurus karna memikul derita hidup selama ini. Tangismu makin keras dalam pelukanku. Tangisanmu itu adalah cerita yang ingin kau sampaikan padaku. Tak apa! Tak perlu kau terangkan. Aku sangat mengerti maksud tangismu. Dalam hatiku ada kau yang selalu menemaniku sejak aku mulai paham arti kehidupan. Tentu saja Cinta hatiku sangat paham kisahmu lewat tangis yang kau senanungkan dengan pilu.
"hey, rambut keritingmu sudah panjang. Tidak mau dipotong?" Aku memecah kebekuan.

"tidak. Biarkan!"

"kau jelek sekali. Keriting! Mata bengkak pula"

"tak mengapa. Toh kamu tetap menyayangiku"

"ya, baiklah. . .kau benar!"

Aku bisa saja datang untuk memastikan kau baik-baik saja atau sekedar menghiburmu jika ku mau karna jarak antara kita hanya beberapa mil saja. Dulu. . .dulu. . .itu dulu Cinta! Kini kau jauh. Thailand itu memang hanya beberapa cm dari Cirebon. Tapi kenyataan mengatakan bahwa kedekatan itu dipermainkan skala dalam ratusan ribu. Menyakitkan.


Aku tak mengerti mengapa sekarang hatimu sekeras karang. Cinta yang berbeda dengan kata-kata kekerasan hatinya. Menatap matamu waktu itu, sesaat sebelum kau pergi rasanya aku menilai kau amat malang. Kau mengingkari kebahagiaanmu sendiri. Semoga saja aku tak muak menanti. Bisa saja kau datang suatu saat nanti tapi aku malah pergi. Dan tak ada lagi Gadis Rindu Cinta.

Apa sebenarnya yang aku tuliskan ini? Aku berharap aku tidak sedang frustasi. Kali ini aku hanya bisa menatap album kenangan kita dengan cucuran air mata. Aku tidak mau tahu. . . Aku hanya ingin kau pulang sesegara mungkin.

Thailand. . .
Thailand. . .
Ku titipkan Cintaku di Thailand. . .

Merah darah di Laut Jawa

Aku merapat pada rindu yang kian lesu terkikis samudra waktu. Rindu yang jatuh di jurang pilu kini makin menusuk sembilu. Aku hanya rindu. Rindu pada cinta yang membawa bahagia di gubuk-gubuk sederhana.

Di muara cinta ini kita saling merindu. Lupakah? Lihatlah sejenak perahu-perahu yang bergoyang-goyang ditiup riak air. Tenang dan menenangkan bukan? Kau jatuhkan cinta di samudra biru yang mendayu. Itu mengalahkan keangkuhan ras dan kesukuan di dada kita.

Membekas cinta ini. Menancap kokok seperti mangrove menaungi lobster para nelayan. Dengan lobster ayah akan membagi-bagikan cinta di gubuk sederhana bersama istri dan anak-anaknya atas lobster jumbo 40cm tangkapannya. Sudah menguap rupanya rasa cinta itu. Hilang musnah seperti setetes air di atas tembaga yang dipanaskan. Rupanya kita tlah melupakan banyak pelajaran mengenai hati nurani. Kini keresahan merajai diri. Takut tiada tenang menjalari palung hati. Betapa pilu merajuk ingin segera terobati.

Perahu cinta ini. . .yang kita gunakan puluhan tahun telah bocor dimana-mana. Kita lupa diri. Mengikuti itikad ingin yang tiada berhingga ternyata berujung merana. Melupakan lobster 40cm, kakap merah, rajungan bahkan ikan tuna untuk keangkuhan fatamorgana. Oh tambang cinta di laut jawa yang masih melimpah kita gadaikan dengan empat mayat mengapung. Menghiasi biru air dengan anyir darah ayah.

Lalu? Berlari-lari kita dikejar anjing berseragam. Gagap menterjemahkan kepongahan ini. Ya, berlari karena melihat tangan kita yang nista atau mengingkari apa yang sudah jadi. Ah, jiwa kita tak bisa ambil putusan. Ambigu!! Ambigu apa yang telah kita buat.

Mungkin saatnya berhenti sejenak. Kita benahi yang sudah dengan mendaki gunung jati. Kita teropong birunya laut jawa dengan ketenangan dari tanah sunan ini. Warna merah itu adalah pelajaran hidup untuk kesabaran ayah. Kelaparan kemarin hari adalah hikmah yang dapat dipetik bagi anak-anak yang tak menghargai nikmat Illahi.

Ada apa ayah? Masih jua kau resah mengarungi laut? Ombak telah berhasil kau gulung. Cobalah berdamai dengan nurani sendiri. Lupakan egoisme itu ayah!!

Laut jawa yang indah dan muara ini adalah saksi rajutan cinta. Rindu kian menggebu pada biru yang tak henti merayu. Layar cinta ini akan berlayar sampai habis waktu.

Ayah, oh ayah. . . Sudahi perang emosi ini. Mari kita selami laut jawa penuh bahagia dan jangan ada lagi mayat laki-laki mati sia-sia. Agar tak ada lagi warna merah menodai teduhnya biru yang mendinginkan dasar hati.
Ayah, oh ayah. . .pulangmu dinanti. Agar genap bahagia di rumah petak pelipur hati.

#####


Layaknya batu karang yang butuh ribuan tahun oleh gerusan ombak untuk terkikis. Sama jua dengan kekokohan hati yang butuh ribuan tahun untuk melupakan ceceran darah yang sangat anyir dan menjijikkan serta air mata selama ini. Tak bisa lagi kau permainkan walau jutaan rayuan kau luncurkan. Selesai sampai disitu saja. Semua yang sudah tak kan pernah terulang. Mungkin benar aku yang egois tapi aku sangat bodoh jika harus percaya dengan janji yang irasional. Sebuah kekosongan hanya membawa harapan makin perih.

Apa yang telah mereka semua lakukan? Kenapa derita harus ditanggung jua olehmu Ayah? Bagaimana mungkin harga nyawa di laut jawa dilelang dengan sangat menjijikkan. Berapa? 1juta? 500ribu? 200ribu? Bahkan 5ribu? Ayah pulang saja tak perlu turut campur dengan urusan bodoh macam itu. Kenapa? Kenapa lelang nyawa makin turun harga? Tidakkah seperti tumpukan harta karun yang Ayah temukan di laut Cirebon yang makin tinggi harganya jika dilelang? Ah, sudahlah Ayah!! Aku ingin kau pulang saja. Penegak hukum lulusan SMA itu hanya bisa menyalahkan rakyat jelata yang tak mengerti aksara. Mereka hanya mengerti cara menilang di jalan raya. Tak cukup mengertilah tentang menjaga karang dan mutiara di laut jawa ini. Lempari saja! Iya lempari dengan ubur-ubur agar mereka tahu tingkah mereka itu sangat menggelikan.

Ayah. . .oh Ayah. . .kenapa tak jua pulang hingga selarut ini? Jam dinding makin terasa detaknya. Kapan akan pulang? Sidang macam apa yang tengah dijalankan? Ibu termangu menunggu dirumah. Mencoba tegar tapi tak bisa. Dan menatap wajah buah hati kita membuat derita makin lara.

Semalam ibu tak tidur. Menanti. Berharap pintu diketuk olehmu ayah dan akan ku sambut pulangmu dengan bahagia. Tapi tak ada ketukan pintu sampai mentari menyeruak dari singgasananya.

"ayah keman se bu? kapan ayah pulang bu?" Aisyah kecil bertanya.

Oh, apa yang harus ibu jawab Ayah? Gadis kecil kita bertanya kemana ayahnya dan kapan ayahnya akan pulang?

"sabar ya Ais. Ayah sedang mengarungi laut jawa bahkan samudra. Ayah pasti pulang."

"kapan bu?"

"emm. . .kapan ya? Secepatnya. Untuk bertemu dengan Ais."

"masa? Ketemu Ais?"

"tentu! Karna Ayah pasti rindu dengan Ais"

agak siang Ayah pulang dengan nafas tersengal. Tampak lelah. Membela yang haq itu tak semudah membalikkan telapak tangan. Itu yang Ayah bilang. Hidup ini . . . Akan bahagia walau tanpa sedan apa lagi istana menawan. Tapi, harta yang terindah adalah Ayah yang selalu meniti jalan kebenaran walau dengan tersengal. Ibu yang selalu sabar dalam dukungan walau badai menyambar. Kita berkumpul lagi senja ini. Ya, di rumah bocor yang tetap indah karena ada ketentraman dan jutaan harapan disana.

"Ayah, aku ingin jadi Profesor dan hafal Al-qur'an," Ais bercerita penuh semangat pada Ayahnya.

Ayah dan Ibu tertawa mendengar celotehan gadis kecilnya. Oh bahagianya... Inilah rona senja itu. Indah dan mententramkan. Dan kebahagiaan ini tak bisa dicuri oleh penguasa sekalipun.

Lelaki Diagonal

Malam ini dunia menarikku pada masa yg tlah lalu. Air mata langit m'buat basah bumi hingga lembap ke relung2 hati. Ya,dlm hujan ada lagu yg hny didengar oleh mrk yg rindu. Ia mengingatkan masa lalu dan membangkitkan inspirasi. Aku pun bersenyawa dengannya meneteskan butiran putih penuh kejujuran. Ini bukan hny menangis semalam tp, aku disekap rindu pd ia yg tlah pergi terlampau jauh dr pandangan. Mengapa msh jg ia berani mengusikku sepanjang mlm hngg pagi.

Dunia adalah laboratorium para ilmuan kehidupan. Di dalamnya terjadi bnyk reaksi kehidupan yg hny bs diamati dg teleskop kepekaan oleh mrk yg menginginkan penemuan kebahagiaan.

Kelas 4SD. Semuanya sama. Tdk ada yg baru kecuali guru kelas km yg nasrani. Ini m'buat km canggung pd awal2 krn km hrs terbiasa mengucapkan slm yg tdk spt biasanya. SD kampung ini yg menjadi tempat penelitian pertamaku ttg kehidupan dan impian. Aku rindu masa itu. Aku rindu pada seseorang. Ya, susah benar aku menemui bocah lelaki itu skrg tp bayangan 'ia berjalan' kadang melintas bgt saja. Bahkan sangat mempengaruhi emosiku. Kejadian itu telah mengendap berpuluh thn tp msh jua tak terhapus dr ingatan.

Senyum dan tawanya msh terekam sempurna. Bahkan suaranya memanggil namaku msh aku ingat. Dia yg kurus dan tdk bgt tinggi dg balutan seragam merah putih yg dekil sll dtng kesekolah. Ya, sll dg ikat pinggang d celana krn dia kurus. Saat itu dia du2k di pojok plg belakang. Sementara aku du2k d pojok plg depan. Jk ditarik garis dalam ruang kelas itu mk posisi aku dan dia akam membentuk diagonal. Dia anak tukan becak dr kampung sebelah yg sring ku dapati menggendong adik2y yg kecil. Terlalu dewasa dan bijaksana untuk anak umur 10 tahunan.

Itulah kelas baruku yg dijalani dg penuh semangat melakukan berbagai hal. D kelas 4 inilah aku menemukan penemuan fenomenal. Setiap hari'y terus berlalu smp aku merasa ad yg kuran. Aku lihat kursinya yg sll kosong. Dia tdk pnh dtng ke sekolah lg. Padahal aku rindu dg sapaan'y padaku, "Gadis. . " dg lembut sambil tersenyum. Sampai km dapati kabar yg membuat sakit. Abi, anak lelaki kurus yg ramah itu kecelakaan. Kakinya diampultasi satu. Robb memilih dia. . .si kurus yg ternyata Allah anggap mampu meraih ketabahan.

Kami menengok'y beramai2 bersama para guru. Rumah'y yg kecil dijejali olh km yg tll bnyk. Tentu sj km smua tdk bs msk. Dia hny terkapar d ranjang besi. Melihat abi kecil spt itu air mataku mau tumpah. Aku segera lari keluar dr rmh'y. Aku tdk mau ad air mata untuk Abi hr itu. Aku ingin senyum sj yg ada. Setelah aku bs menguasai diri aku, dpt b'gabung lg dg tmn2 lain'y. Dlm hati aku bertanya, "apa km bs sekolah lg abi?"

2bln kursi itu kosong smp akhir'y berita bahagia itu datang d tengah2 kami. Bsk Abi akan masuk sekolah lg. Hr itu suasana kls jd riang. Mungkin krn km sangat meridukan Abi.

Esoknya dia dtg dg kaki yg tdk sempurna. Berjalan dg 2tongkat yg diapit di ketiaknya. "abi...itukah km?" ungkapku dlm ht. Ya,dia tlah kembali. Kls ini tlah lengkap kembali. Km smua menyayanginya. Tdk pnh memperlakukan'y berbeda. Ah, Abi...senyummu tetap sm dan kau jd lbh mempesona.

Abi...lelaki kecil itu yg pertama-tama mengajariku kehidupan saat aku berusia 9th. Aku terpikat olh ketabahan'y. Aku kagum akan kelembutan'y. Dan aku terpesona pd pengabdian dan pengorbanan'y pd org tua. Dialah motivator pertama yg kukenal. Yg memotivasi tanpa kata dr mulut'y. Knp Abi?knp aku tdk bs lupa pd mu. Knp bayang2mu kadang muncul di sela2 aktifitasku tanpa ku undang pun! D angkot, d perpustakaan, d ruang kuliah bahkan d mlm ini. Air mt bnyk keluar d sunyi mlm mengingat apa yg tlah kau ajarkan pdku. Saat itulah bola mataku menangkap ada yg berbeda dr mu. Kau membuat aku jd malu jk bermalas2n meraih mimpi krn kau mengajariku menapaki mimpi dg sempurna d kehidupan ini.

Pg itu...saat embun bergelayutan d ujung2 daun. Saat kabut merapi membuat buram lapangan bola tempat kt berlarian. Suara burung seolah memberi pesan yg penghabisan. Kabar itu dtng mengusik bljr km d pagi hr.
"abi telah pergi. Kecelakaan lg. Meninggal d tempat kemarin sore," s'org lelaki menyampaikan berita yg rasa'y spt hujan zenital.
"bgmn kejadian'y?memang dia mau pg kemana?" guru km bertanya.
"dia membantu ibunya d pasar. Saat mau menyebrang jln dia tertabrak mobil," lelaki itu pamit meninggalkan kelas stlh selesai bicara.

Mendengar itu rasanya ada yg sakit. Abi, kau pergi? Pergi meninggalkan aku? Pergi meninggalkan kami? Tapi, disampingku msh ada Cinta dan Rindu. Itulah yg membuatku tetap teguh berdiri. Satu saat nanti aku pasti bertemu dg seseorang yg nanti kupanggil dg sebutan Umair. Bukan untuk menggantikanmu tp untuk meneguhkan mimpi. Ya, merangkai perjuangan untuk menuju bahagia. Tenanglah Abi krn smp detik ini msh blm ada yg mampu mencabutmu dr hatiku. Pada saatnya akan ku ganti dirimu dg mercusuar yang menggenapkan hidup.

Mengembangkan Sayap Rapuh

Hr ini aku bertekad tdk pergi kemana-mn. Mau liburan saja dirumah. Hanya mengagendakan akan keluar jam 4sore untuk bertemu anak brilian.
"gadis, tumben ada dirumah. Tidak pergi kemana-mana hari ini?" bapak bertanya.
"tidak pak," jawabku singkat.
Kangen rasanya ada dirumah seharian. Membantu ibu mengerjakan pekerjaan rumah tangga full dan baca buku banyak2. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam12 siang. Matahari panas menyengat siang ini. Sholat terus tidur. Enaknya. . . tidur siang.

Waktu tidur paling tidak enak diganggu. Ya, tidak peduli sms datang bertubi-tubi menanyakan ini itu. Malas membuka mata untuk membaca apa lagi membalasnya. Tapi hp berdering terus-terusan. Ku coba membuka mata untuk membaca sms-sms itu. Aku sedikit berkerut dengan sms berbahasa inggris dari nomer asing. Pesannya, "Gadis, is your voucher enough to call me? I want to talk to you."
"Ah, sms iseng," pikirku dan melanjutkan tidur.

Pukul 15.00 sountrack tom and jarry sebagai tanda panggilan masuk menderit tak henti-hentinya. Aku masih malas mengangkat tapi tak kunjung berhenti. Siapa? Aku lihat nomernya. Asing. Sudahlah aku angkat saja. Dari seberang sana ada suara laki-laki bicara dengan bahasa inggris. Aku kenal suara itu. Ya, suara Mr. Nasution.

Mr. Nasution menyuruhku datang ke salah satu hotel mewah di kota Cirebon pukul 16.00. Dia bilang aku harus on time. Rusak mendadak agenda hari ini. Tidak sempat mandi. Langsung cuci muka, sholat dan langsung pergi.

15.50 aku sampai di hotel yang dimaksud dengan naik public transportasion, angkot. Benar-benar tak kusangka Mr. Nasution menungguku di pinggir jalan raya tidak di lobi hotel. Sangat membuatku terpesona dengan semua perhatiannya padaku. Dia tersenyum saat aku turun dari angkot.

Kami berjalan menuju lobi hotel. Aku benar-benar bingung. Apa yang akan ia lakukan padaku? Dia tidak memberi tahuku sama sekali. Bodohnya aku patuh saja. Pembicaraan dimulai antara aku dan Mr. Nasution.
"ok, gadis. . . there someone want to meet with you. Yo must survive. I belive you can!" Mr. Nasution membuka pembicaraan.
Aku bingung dengan maksudnya. Aku tidak diberi kesempatan bicara sama sekali. Apa sebenarnya?
"kamu. . .kamu. . .harus bergaul dengan orang-orang yang high class," katanya "kamu tidak perlu capek untuk mendapatkan uang jutaan dengan bakat yang kamu punya"
akhirnya aku bicara, "what's your mean Mr?" aku bingung. " I am confuse"
Sama sekali dia tidak menjawab pertanyaanku. Aku tidak sabar dan sedikit kesal.
"sorry Gadis, i want to call Mrs. Edward. Wait a few minutes," Mr. Edward berkata sambil lalu dari kursinya.
Sial benar aku hari ini. Merasa dipermainkan. Oh, tentu saja aku harus segera menelfon anak brilian bahwa aku tidak bisa datang menemuinya gara-gara hal ini.

Mr. Nasution kembali duduk setelah menemui resepsionis hotel dan memberiku permen. Atmosfer hotel sama sekali tidak sejuk walau AC cukup bisa mendinginkan ruangan. Akhirnya. . . Mr. Nasution menjelaskan semuanya. Apa yang harus aku lakukan dan apa yang aku inginkan tinggal sebut saja. Aku kaget. Kenapa dia memanggil dan menyuruh aku untuk melakukan pekerjaan ini? Beberapa menit kemudian seorang wanita datang dengan seorang anak bule. Menghampiri kami, aku dan Mr. Nasution. Mr. Nasution mengenalkan mereka padaku. Oh, ternyata itulah Mrs. Edward dan Nico. Setelahnya kita berempat pergi ke cafe hotel. Pelayan cafe hotel langsung menawari hidangan. Kita semua memesan. Sungguh aku tidak bisa menyebut mau makan waktu itu karena tidak ada daftar menu yang diberikan pada kami. Terpaksa aku samakan saja pesanan dengan Mr. Nasution walaupun tidak tahu makanan jenis apa yang akan datang. Cukup percaya dengan selera Mr. Nasution saja.

Akhirnya aku sepakat dengan perjanjian sore ini. 8 jam dalam sebulan dengan salary 500 ribu. Mr. Nasution tertawa saja melihat ekspresi wajahku. "kamu sudah punya penawaran tinggi sekarang. Sukses ya. . .
Saya mau pergi duluan. Ada janji dengan orang Irlandia," Mr. Nasution berkata dan pergi meninggalkanku sendiri dengan dua orang asing ini.

Dengan modal bahasa inggris pas-pasan aku, berdialog dengan mereka. Huh, makanan enak terasa tak sedap mendadak. Ya, inilah pengalaman baru minggu ini. Teach math with english. Jujur saja aku lunglai. Aku nekad? bisa dibilang begitu.

Aku mengajar matematika anak keturunan China Indonesia dan Firlandia, Nico. Nico sama sekali tidak bisa bahasa indonesia. Dia tidak pernah sekolah di Indonesia. Hanya punya pengalaman sekolah di Firlandia dan Singapura. Pantas tak bisa bahasa Indonesia. Bahasa inggris jadi bahasa ibunya. Setelah semua dirasa cukup aku segera pulang melalui kolam renang dan bar yang terpampang minuman beralkhol dengan harga mahal.

Aku pulang sambil bertanya-tanya pada diriku sendiri. Apa aku bisa? Aku ingin cepat-cepat sampai rumah. Cukup setengah jam untuk sampai rmh. Aku langsung cerita pd ibu pengalaman sore ini.
"bs tdk ya bu?"
"sejak kpn km takut dg ombak gadis?"jwb ibu.
1kata dr ibu yg sangat mempesona...

Putusan Hati

Mengikuti langkah-langkah atas instruksi hati dan bersungut-sungut pada sepi malam yang membuka memori detik lalu. Dengan itu jalan yang gelap dan panjang tetap terlewati. Malam hanya membawa birunya hati pada butiran air mata yang tak mampu tertahan. Mungkinkah lelah? Atau ingin mengakhiri semua penderitaan yang mencekam dan membunuhnya dengan tangan sendiri. Semakin terurai air mata semakin bahagialah. Biar kutanggung sendiri. Ini tak patut dibagi-bagi. Tapi tetap juga menderita.

Mengosongkan hati bak mimpi. Kenyataannya lebih merasa dipecundangi.
Tak perlu mengaitkan dengan dalamnya samudra hindia. Itu hanya omong kosong. Baiknya kita sudahi pesta dengan merenungi diri. Tidak perlu bermain-main dengan janji yang lebihi batas toleransi. Aku muak!!

Hari ini berpaling sudah aku pada obralan kata. Tidak lagi bisa kembali sepeti yg sudah. Tlah ku kirimkan kalung maaf tapi tak bisa membuat ia seperti hari lalu. Sakit ini sudah terlampau dalam. Menangis . . . Teriris. . . Inilah keputusan itu. Ah, tegar penuh kepalsuan. Menguatkan diri mengatakan keputusan. Jawaban bak kata yang mirip pemanis buatan. Jangan rusak tegasnya putusan dengan air mata yg berlinang dikelopak mata. Tolong jangan tunjukkan itu karena aku takut akan menumbuhkan belas kasihan yang mengubah putusan.

Oh, pesta batin dengan langit yang miskin warna. Pesta yang menguji kejujuran jiwa tentang makna yang tak bisa terbingkai kata atau istilah.

Air mata tak jua mengalah. Terus mengejar tanpa henti. Seolah aku terdakwa yang tak layak diberi ampun.

Sakit ini. . .
Sakit penuh derita. . .
Rasanya seperti mau tumbang namun, aku masih ingin bertahan. Ya, sekedar merasakan berdansa atau nonton teater bersama senyum dari kesabaran. Atau mungkin tertawa riang di Green Gables sambil menghirup wangi mawar liar penuh kemenangan. Bisakah???

Umair#3

Awalnya langit tak berbintang, gelap. Lalu angin dingin berhembus menusuk tulang kering. Hujan terlalu lebat untuk kesepian seperti ini.

Aku dan langit seolah berkomplot atas keadaan yang terlampau sepi dengan tangis karena menahan rindu tak bertuan. Aku titipkan padaNya gundukan rindu yang telah menyesaki ruang hati.

Bukan seperti yang kalian bayangkan. Kisah antara aku dan Umair adalah cerita abadi yang tak akan tergerus oleh putaran masa. Cinta kami tercatat dalam lembar-lembar peradaban agung cinta yang suci. Cinta yang tanpa noda dan kupastikan Cinta antara aku dan Umair mendunia akhirat.

Kali ini aku tak mau payah. Umair terlalu banyak membuat skenario atas pertemuan-pertemuan kami. Giliranku yang harus membuat skrenario pertemuan bulan ini. Kupastikan kau terpesona dengan skenarioku. Aku yakin dia akan penasaran. Tapi, aku ingin mengajak seorang lagi.

Aku pikirkan ide ini selama dua hari. Kita akan bertemu di lampu merah yang paling bagus di kota cirebon. Kalau cuaca bagus gunung ciremai bisa terlihat sangat mempesona. Ya, semoga cuaca hari itu bagus. Aku akan membeli kue banyak-banyak karena kita akan bernyanyi dengan anak jalanan dan anak punk. Aku telah menghubungi mereka agar bisa berkumpul di hari itu. Kau tahu? Aku request lagu2 bagus dan tentu saja lagu kesukaanmu. Tampaknya aku akan melihat kau bahagia.

Ah, kau harus tahu ternyata mereka minta dibayar 3ribu per orang untuk mendendangkan yang kau sukai. Tapi tdk apa.

(bersambung krn bnyk sms)

Kepungan Gelap

Jika malam menterjemahkan dirinya dengan pekat maka biarkan pagi memperkenalkan dirinya dg embun. Ya, seperti terasing dalam peradaban. Tersudut oleh ilmu pengetahuan. Terhempas oleh fakta yang tak terelakkan. Membaca hidup dengan separuh napas yang tersisa. Ah, tetap saja meronta-ronta merajut mimpi yang masih juga diyakini hingga kini. Harus diapakan? Atau mestinya bagaimana? Rasanya seperti pendusta yg mengobral janji tak berujung.

Lupakan. Aku bilang lupakan!! Kau tetap tak bergeming. Masih jua kau berdiri mematung di ambang batas. Sadarlah! Tolong sadarlah. Aku hanya tidak sanggup melihat air mata menggeliat di pipi indahmu. Itu saja.

Biarkan aku terbang seperti burung yang kabur meninggalkan sangkar. Mengartikan keindahan dengan deskripsi alam pikirku. Jika kau bertanya, "apa alasannya?" karena aku masih menjadi peri kecil yang menari-nari di atap rumah atau sekedar memenuhi hasrat dg mengecup pipi bunda setiap pagi atau karena aku melihat bumi seolah menyentuh langit? Menyatu dan Bersenyawa.

Seperti manusia dungu yang tak kunjung mengerti. Kau masih bertanya tentangku.

Kau mau tahu? Baiklah, biar ku jelaskan. Agar kau puas!! Jika kau pikir aku pintar maka itu tdk benar. Aku hanya Gadis rata-rata. Aku Gadis yang menyimpan duka masa lalu yang tak bisa kubuang pergi. Kau tidak akan mengerti bukan? Ya, karena kau lari tunggang langgang mendengar fakta yang terlampau menyakitkan. Kau seperti teman2 kecilku dulu. Pergi menjauh. Itulah kamu!!

Kau tak melihat apa2 kala malam selain gelap tapi aku bisa melihat bintang yang tak bisa kau pandang karna keangkuhanmu. Dan pagi ini terlampau sejuk untuk kau usik maka, biarkan ku hirup udara kali ini sendiri. Ya, sendiri. Tanpa mimpi apalagi ambisi.

Umair#2

Seperti kilatan cahaya petir. Terlalu cepat kecepatan kilatannya. Seperti malam ini, terlalu dingin dan mengusik lentera hati. Oh, kenapa? Betapa ia dahsyat tak terkira. Membuat manusia baja pun takluk tak berdaya. Dan kini, sepertinya rasa itu menembus melalui celah2 terkecil hati. Membuat lembab tak terelakkan lagi.

Ini bukan pink atau merah jambu tapi sesuatu yang terlampau aneh dirangkai dengan kata. Adalah tidak munkin bersyair indah seperti Abdullah bin Rawahah. Maka butiran air matalah yang menghapus tulisan cerita jingga.

Ya, jalinan itu dimulai dg pertemuan sampai ku lihat dia menangis. Itulah pertama kalinya aku melihat dia tak setegar karang. Itulah pertama kalinya aku tak melihat dia yang keras kepala dan kuat. Hanya air mata. Di ruangan itu aku melihat dia tersedu-sedu dg kemeja kotak-kotaknya.

Entahlah apa yang terjadi sampai aku merasa aku sangat mengenalnya, Umair. Ku panggil dia Umair. Itulah pertama kalinya aku dirasuki rasa yang membuat tak berdaya. Bukan seperti yg kalian bayangkan. Kita jarang sekali bertemu tapi telah ada ikatan atas restu Robb untuk kita berdua. Perhatiannya tak pernah luput. Ya, diantara hiruk pikuk aktifitas, dia sering sekali menyelipkan susu kotak di tasku tanpa ku tahu. Perhatian ini terus saja kudapatkan. Dia benar2 membuatku jatuh hati.

Umair. . .penyuka warna putih dan pencinta si baju putih telah berhasil mencuri hatiku. Ah, dia tdk pernah tahu aku sering mencuri pandang padanya.

"berapa kali kita berjalan berdua?" umair bertanya

"ribuan kali tapi sisanya di mimpi.hahaha . . " jawabku

dan siang itu kita bertemu. Seperti biasa, umair terlalu pandai merencanakan pertemuan yg indah. Di suatu tempat yg akan menjadi kenangan. Umair memulai percakapan, "aku bisa meraih mimpiku tapi masih berpikir bagaimana mendapatkan 100juta"

"sertifikat rumah kita gadaikan saja," jawabku.

"itu dia masalahnya, rumahku ditaksir kurang dr 100juta. Yakin. Pasti bisa. Tdk th knp aku sangat yakin Bisa mendapatkan mimpi2ku"

"wah, aku bisa mengajukan proposal beasiswa S2 dong," aku tertawa dan berharap penuh doa.

"tdk. Tdk perlu pakai proposal. Aku kasih walau tanpa proposal," jawab umair dan membuaku tersipu.

Itulah umair jk tanpa air mata. Penuh pesona. Pemberani dan penuh mimpi yang berkilat-kilat. Aku makin terpesona padanya. Mencintainya adalah sebuah keindahan. Rasanya seperti kasmaran seumur hidup.

Inilah orkestra cinta yang saling menopang. Kita saling menghujani semangat untuk meraih mimpi2 kita. Kali ini ia berhasil membuat mukaku merah. Dia bilang, "aku ingin malam ini bermimpi bertemu dg mu"

lihatlah, malam ini aku bermimpi kt bertemu di tempat indah saat musim semi. Aku melihat wajahmu yg riang. Kau terlihat Sangat bahagia tapi, fajar telah membangunkanku. Aku pergi meninggalkan Umair untuk mengejar Cinta Yang Maha Agung. Kau pun begitu. Pohon yang penuh bunga sama2 kita tinggalkan. Tahukah? Rupanya kita telah pandai menempatkan cinta kita. Aku yakin dunia iri dg cinta yg kita miliki. Umairku. . .
Aku akan selalu rindu pelukan darimu.

Umair aku tak bisa menjadi seseorang yang sempurna tapi biarkanlah aku belajar mengeja rindu ini. Ijinkan aku belajar mencintaimu karna cintaku padaNya. Biar syuhada iri. Biar bidadari cemburu.

Apakah esok kita masih bisa saling menatap? Setidaknya jika tdk bisa bertemu di Australia ya di Belanda atau di Lebanon atau di Spanyol atau di Mekah atau di Palestina? Mungkin juga di Indonesia. Insyaallah.

Benarkah kau menCINTAIku? KAMMI menunggu bukti CINTAmu

Usia adalah fenomena perjalanan yang selalu berkaitan dengan waktu. Tapi untuk mengetahui percepatan kematangan maka waktu (usia) tak selamanya berkaitan. Benarkah di usia 12 tahun seseorang/gerakan mahasiswa dapat menunjukkan kedewasaan atau kematangan? Ya, 12 tahun lalu gerakan itu menetas. Diantara puing-puing kehancuran ekonomi, politik dan moneter KAMMI lahir. KAMMI yang masih berwujud bayi merah itu menjerit menuntuk perubahan.

Dan kelahiran ini bukan karena pertemuan antara sperma dan sel telur tapi ia lahir atas atmosfer yang penuh represif di udara merah putih. Para pemuda itu hanya muak karena,
"aku dibentak dinilai buruk
kalau tidak bisa mengisi dua kali dua
aku harus menghapal
mataku mau tak mau dijejali huruf-huruf
aku harus tahu siapa presidenku
aku harus tahu ibukota negaraku
tanpa aku tahu
apa maknanya bagiku" (Wiji Thukul dalam Enin Supriyanto: 92)

Itulah secuil sebab kelahiran KAMMI. Dan bukan lagi tepat kita membahas dan membanggakan masa lalu. Akan membuat terlena. Sudah selayaknya dan sudah saatnya untuk melakukan sesuatu bagi kemenangan rakyat. Kenapa? Karena pada 98 itu KAMMI berteriak ada ketidakpatutan maka sangat tidak patut jika pada 29 maret 2010 KAMMI masih juga tak melakukan misi-misinya sebagai agent of change dalam bentuk fakta-fakta agar visi gerakan tercapai.

Seperti istilah populer bung karno, "jangan melupakan jas merah" . KAMMI dinasehati untuk tidak melupakan sejarah. Bukan hanya itu tapi sebagai gerakan mahasiswa muslim, KAMMI juga harus belajar pada perjuangan ulama2 dan para santri dalam meraih kemerdekaan serta belajar pada siroh nabawiyah. Adalah wajar jika Francis Fukuyama mengutip tulisan Robert Wackenzie bahwa, "sejarah manusia adalah sebuah catatan tentang kemajuan-sebuah rekaman tentang akumulasi pengetahuan dan kearifan yang meningkat, sebuah kemajuan secara terus menerus dari intelejensi dan kesejahteraan yang rendah sampai tingkat tinggi. Setiap generasi mewariskan pada generasi berikutnya sesuatu yang berharga, kemudian dimodifikasi dengan pengalaman yang mereka miliki, diperluas dengan hasil usaha dari semua kemenangan yang telah dicapai sendiri... Pertumbuhan kesejahteraan manusia, yang selamat dari pangeran yang suka menipu dan menyuap, sekarang ditinggalkan menuju peraturan-peraturan yang bersifat dermawan dari hukum-hukum besar yang sudah ditakdirkan."

Mampukah KAMMI mewujudkan cita-cita peradaban? Itulah pertanyaannya. Dan jawabannya bukan mampu atau tidak mampu tapi KAMMI harus menjawab dengan, "KAMMI harus mewujudkan cita-cita Islam dan harapan-harapan umat." Bagaimana caranya? Dengan CINTA. Dengan bekal cinta kita pada Allah dan RosulNya. Dengan penuh cinta kita lakukan peran strategis untuk melakukan amar ma'ruf nahi munkar secara elegan. Sudah saatnya cinta kita itu dibuktikan.

"Kalau intinya cinta adalah memberi, maka pemberian pertama seorang pecinta sejati adalah pertahatian. Kalau kamu memcintai seseorang (pen-atau sesuatu) kamu harus memberi perhatian penuh kepada orang itu. Perhatian yang lahir dari lubuk hati paling dalam, dari keinginan yang tulus untuk memberikan apa saja yang diperlukan orang yang kamu cintai untuk menjadi lebih baik dan berbahagia karenanya"
(Anis Matta. 2009: 58)

Berikan! Berikan yang terbaik yang kalian miliki. Karena KAMMI terdiri atas kalian yang peduli dan berani. Tunjukkan bahwa ciri yang melekat dari kader KAMMI adalah integralitas dan progresivitas kader di medan amal perjuangan di semua lini kehidupan.

Visi itu, visi KAMMI adalah wadah perjuangan permanen yang akan melahirkan kader-kader pemimpin dalam upaya mewujudkan bangsa dan negara Indonesia yang islami. Itulah tujuannya. Saatnya KAMMI bergerak dengan selalu mengacu pada prinsip gerakan bahwa, "kemenangan Islam adalah jiwa perjuangan KAMMI. Kebatilan adalah musuh abadi KAMMI. Solusi Islam adalah tawaran perjuangan KAMMI. Perbaikan adalah tradisi perjuangan KAMMI. Kepemimpinan umat adalah strategi perjuangan KAMMI. Dan persaudaraan adalah watak muamalah KAMMI."

Dunia menunggu kekuatan para pecinta sejati sepeti kalian, kader KAMMI. bahwa, "mereka adalah pemerhati yang serius. Mereka memperhatikan orang-orang yang mereka cintai (pen, umat) secara intens dan menyeluruh... mendefinisikan harapan-harapan dan mimpi-mimpinya untuk sampai kepada harapan-harapannya itu."

Merah putih yang berkibar di langit biru menunggu peran terbaik kalian. Peran KAMMI setelah 12 tahun KAMMI bersama Indonesia.

"dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Ansar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan mereka pun rida kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung" (QS At- Taubah: 100)

Selamat bergerak pejuang! Selamat berjuang para pecinta!! Kejayaan islam di tangan kita. Semoga kuantum perjuangan KAMMI akan menjadi kilatan cahaya terang benderang.

Renungan Lelaki Tampan

Sinar ini terlalu panas bagiku. Menggarang muka. Membuat silikon yang tepasang di sisi-sisi muka meleleh seperti lilin terbakar api. Aku harus berjalan dengan kepongahan mempertahankan mukaku agar tetap tampan. Bagaimana bisa aku berjalan di atas bumi dengan kerusakan seperti ini? O, tidak! Tidak akan mungkin aku biarkan debu merusak keelokan rupaku yang tak ada duanya.

Aku sudah katakan di hadapan rumput kering dan ilalang bahwa aku akan menghujani mereka dengan air yang menyejukkan. Aku sangat sadar bahwa teriakan ilalang hanya sekeras tiupan angin sepoi-sepoi. Dan aku berhasil meyakin penghuni kecil tak berarti itu bahwa sifat ku serupa dengan ketampananku yang penuh silikon, operasi-operasi plastik, dan gigi-gigi ku yang hitam. Lalu? Cukup ciptratkan sesendok air untuk menghentikan riakkan para ilalang yang polos dan bodoh. Setelah aku malas dengan rumput yang memenuhi halaman aku, tinggal suruh tukang kebun untuk memangkas atau musnahkan saja mereka. Toh, aku sudah tidak butuh mereka. Ilalang obat sariawan? Aku tidak peduli karena aku yang sekarang telah mampu membeli obat termahal. Jasku dirancang dengan bugjet jutaan. Semua bisa aku sumbat dengan sekian nominal. Dan kau tahu? Aku tetap tampan dimata mereka. Aku puas. . .

Si bodoh tetap menganggapku penyelamat padahal jelas sudah aku telah membunuh kawanan mereka. Ya, karena aku teramat brilian. Pendidikan amerika, eropa, sampai timur tengah telah kujajali untuk menambah kemampuanku mempertahankan image ku dihadapan semut yang berjalan tengah malam.

Tapi, akulah lekaki tampan yang harus mengakui kecerdasan kucing-kucing jalanan. Kucing itu telah berhasil menggores pipiku. Perih!! Aku marah. Muka tampanku mendadak hilang karna cakaran kucing kumuh itu. Dengan sangat pandai ku buat angin timur dan barat untuk menghembuskan berita bahwa aku tetaplah tampan dan baik. Dan kucing jalanan itu? Gampang. BUNUH SAJA!!

Aku senang. Berpesta pora dan ilalang tetap menganggap aku lah pahlawan mereka. Dan kucing-kucing dekil itu mati satu demi satu. Aku puas dan makin terlihat tampan. Sanjungan datang. Gelar pahlawan menghadang. Harta menggenang. Kekuasaan di genggaman. "Hahaha. . . Aku lah lelaki brilian," ucapku penuh kesombongan.


Dan, hari ini aku bertemu dengan orang-orang besar dan pemimpin negara-negara adidaya. Aku dibalas. Aku diperlakukan bak pecundang. Ditekan-tekan semau mereka seperti adonan kue nastar yang disajikan di meja tamu ketika lebaran.

Akhirnya kini aku berfikir ulang benarkah aku tampan? Lalu sanjungan itu apa? Tuluskah atau sekedar omong kosong agar aku mengucurkan butiran-butiran emas? Oh, aku tampak sangat malang dan aku ragu akan ketampananku hari ini.

Memendam Rindu

Bolehkah aku egois? Aku ingin bertemu denganmu, Rindu. Menjemputnya setelah empat tahun silam ku tinggalkan ia di jawa tengah itu. Sudah berkali-kali sms dan telpon masuk menanyakan, "apakah aku akan ikut menjemputnya? Menyaksikan ia telah meraih mimpinya?"

sungguh Rindu jika kau mau tahu aku, ingin. Sangat ingin menemuimu tapi rasanya berat sekali meninggalkan senja di Cirebon minggu ini. Aku terus berpikir untuk merombak semua agenda 4 hari ini agar aku bisa berjumpa denganmu. Tapi nihil. Sungguh tak bisa.

Rindu? Ku simpan rinduku ini untukmu, Rindu. Rupanya aku harus menuntaskan semua tugas yang tak bisa aku tinggalkan. Kau tahu? Aku ingin bercerita panjang sampai tengah malam denganmu. Aku harus mengantarkan 5pemuda menjemput impiannya. Aku harus membantu mereka selama sebulan ini. Bukan Rindu! Bukan! Bukan hanya kau yang tak bisa ku temui tapi banyak sekali agenda organisasi yang tak bisa ku ikuti juga. Aku yakin kau sangat mengerti keadaanku.

Sore ini adikmu datang kerumah menanyakan apakah aku mau ikut atau tidak menjemputmu. Aku hanya bilang, "maaf. Tdk bisa". Aku hanya menitipkan dua lembar surat padanya untukmu. Sejam kemudian Ayahmu menelpon memastikan keputusanku dan aku tetap bilang, "tidak bisa ikut."
####

rasanya ingin menangis tak bisa menyaksikan keberhasilanmu, sahabat. Tapi aku telah mendapat penawarnya. Ya, sebuah perjalanan membela kemanusiaan. Aku tidak tahu kenapa piala dunia lebih booming dari pada isu internasional yang sudah bertahun2 itu? Apa sudah tdk ada lagi mata hati yg peka terhadap penderitaan sesama manusia? Aku masih ingat saat kau bertugas membaca pembukaan UUD 1945 dg baik dan aku mengibarkan bendera merah putih. Kau sangat lantang berkata, ". . .bahwa penjajahan diatas dunia harus dihapuskan krn tdk sesuai dg pri kemanusaan dan pri keadilan. . ." tp ternyata kata2 dr mulut mungilmu itu seperti sebuah pedang tumpul sejak kau baca kalimat itu.

Rindu, aku kangen sekali dengan bacaan puisimu atau cerita2 tentang sastra darimu. Aku masih ingat saat kau menceritakan buku ernes hemingway, "the old man and the sea"

ah Rindu walau ku tak bisa menemuimu tapi aku gembira sekali. Seorang muridku yang luar biasa telah mencapai level kelas 2tingkat lbh dari kapasitas anak seusianya. Hari ini dia protes, "mbak mukanya kok merah sekali?"

aku hanya senyum. Aku hny berpikir memang mukaku kadang2 seperti itu.

Ketika aku sampai rumah ibu langsung bilang, "knp mukamu gadis? Merah sekali"

aku bingung. Aku tdk melihat mukaku pada kaca seharian. Dan,,memang benar. Mukaku merah, terbakar. Kau pasti sangat cerewet jika melihatku seperti ini tp aku bahagia Rindu.

Dalam surat yang kuti2pkan untukmu aku ceritakan tentang Cinta. Aku yakin kau akan tersenyum sambil meneteskan air mata.

Menyelami REAL-itas tanpa IMAJINER

Langit meriah dg bintang2nya. Bulan sabit tampak anggun menempel di langit. Tak ada awan. Tampaknya atmosfer malam ini sedang bersenandung riang tapi, tidak denganku; suram dan merasa begitu pedih. Aku sendiri tdk bisa mendeskripsikan dg baik apa yg kurasa.

Aku sangat tdk bisa menangis di hadapan ibu tp kali ini tll bnyk air mata yg keluar.

"ada apa gadis ibu ini? Ko nangis," ibu bertanya dg sangat hati2 padaku.

"tdk th bu. Knp hari ini rasanya aneh sekali," sambil terisak ku peluk ibu.

Aku tdk th bagaimana menceritakan semuanya pada ibu. Sebuah rasa harap bercampur kesedihan. Sebuah mimpi yang selalu ku jaga dan ku genggam erat2 sejak sekolah di taman kanak2 seolah berenang dalam hatiku lbh cepat dr biasanya.

Bayangan 3,5 tahun silam itu sangat membuatku tdk berdaya untuk tak henti2nya terpesona pada wanita yang lahir di tahun 1946 itu. Langkahnya seolah meyakinkanku bahwa aku harus tetap menggenggam erat2 mimpiku sampai Allah benar2 memberi keputusannya. Sampai akhirnya aku belajar pada beberapa profesor. Terlalu banyak profesor yang memberi kuliah matematika padaku dan kalkulus hanyalah matematika tingkat dasar. Aku masih penasaran dan ingin tahu lbh bnyk lagi. Lalu dahi ini terus berkerut dg keanehan, "Dimana profesor matematika wanita itu?. . ." jantungku tiba2 berdetak begitu kencang.

Akhirnya aku harus belajar analisis real. Kenapa kita harus belajar "analisis real"? Kenapa tdk ada analisis imajiner? Ya, sesuatu yang real memang harus dianalisa agar kita tahu kebenaran dr definisi, teorema, serta lemma. Dengan tertatih-tahih ku coba mengerahkan daya yg kupunya untuk mempelajari semua itu. Buku tebal berbahasa inggris sekarang harus jadi sahabat walau bukan jenis sahabat yang menyenangkan. Dan yang imajiner itu tetap harus kupelajari juga di "analisis kompleks". Karena dalam bilangan kompleks terdapat bilangan imajiner.

Imajineeerr. . . . Belajar ilmu pasti tapi dengan khayalan dan sangat abstrak. Aneh bukan? Tapi sensasinya sangat mengasyikkan. Angka2 itu terlalu merasukiku sampai aku sangat tak berdaya jika ada seseorang yang berkata atau berpendapat sangat rasional. Ilmu ini membuaku sering berkata rasional dan fakta sebenarnya walau akhirnya aku dinilai tajam dalam berkomentar atau bicara.

Jujur saja aku tdk suka rapat berlama2 hanya untuk menentukan tempat suatu acara atau mendengar pembicaraan itu2 saja. Apa aku terlalu berpikir matematis? Akhirnya aku diberi pelajaran dr pengalaman. Pelajaran untuk matematikawan kelas bawah spt ku; dipermainkan oleh vektor, kecepatan, dan efisiensi biaya. Aku merasa begitu bodoh jumat ini sampai2 aku bisa mentertawakan diriku sendiri keras2. Slamet riyadi dan rel kereta saksinya.

Apakah Aku butuh pergi malam mingguan bersama teman2 untuk menghilangkan penat dg makan di tempat lesehan sambil mendengar pengamen memainkan gitar dan harmonika membawakan lagu ibu kita kartini? Sayang bang udin tdk bisa ikut malam minggu kala itu.
Kadang aku merasa bosan bergaul dg teman sebaya. Dan betapa senangnya bergaul dengan yang usianya jauh lbh tua. Itu bisa membuat kita jauh lbh bijak. Aku jadi merasa sangat muda diantara mereka.

Aku ingat benar saat Pak isri bilang sambil minum teh hangat, "saya aneh dg orang2. Hdp itu tdk butuh kerja tp butuh kepandaian dan keterampilan bertahan hidup"

"iya, gini nih kalo orang yg udh tua ngomong. Sy se sudah tdk percaya. Pasti ada kejahatan dibalik kata2 nya," mbak reni berpendapat diikuti tawa aku, mbak endang, mas abdul, dan gea.

"hahaha. . .ya," pak isri akhrinya mengaku "dulu sewaktu kuliah di yogya kalau lg gak pny uang bwt makan kt pasti dandan rapi buat datang di acara hajatan untuk numpang makan walau tdk kenal siapa yg hajatan dan tdk bawa amplop. Hahaha"

"tuh kan bener," mbak reni puas.

terlalu banyak yang dibahas tiap malam minggu dari Buku khalid husaeni, kuntowijoyo, film2 bagus, sampai film2 fiksi.

"malam minggu penuh aufklarung ya," ucapku

aku sangat tdk canggung dengan komunitas ini. 2 bulan sudah aku melalui malam minggu dengan mereka.

Malam minggu ini aku absen. Hanya membenamkan diri dg buku2 saja. Dan artikel yang baru saja ku baca membuatku tak bisa tidur. Pertanyaan dan harapan akan terjawab pada waktunya. Hipotesa akan terbukti nilai kebenarannya. Dan aku tetap menyukai angka 7 dg alasan2nya.
Powered By Blogger