Mengikuti langkah-langkah atas instruksi hati dan bersungut-sungut pada sepi malam yang membuka memori detik lalu. Dengan itu jalan yang gelap dan panjang tetap terlewati. Malam hanya membawa birunya hati pada butiran air mata yang tak mampu tertahan. Mungkinkah lelah? Atau ingin mengakhiri semua penderitaan yang mencekam dan membunuhnya dengan tangan sendiri. Semakin terurai air mata semakin bahagialah. Biar kutanggung sendiri. Ini tak patut dibagi-bagi. Tapi tetap juga menderita.
Mengosongkan hati bak mimpi. Kenyataannya lebih merasa dipecundangi.
Tak perlu mengaitkan dengan dalamnya samudra hindia. Itu hanya omong kosong. Baiknya kita sudahi pesta dengan merenungi diri. Tidak perlu bermain-main dengan janji yang lebihi batas toleransi. Aku muak!!
Hari ini berpaling sudah aku pada obralan kata. Tidak lagi bisa kembali sepeti yg sudah. Tlah ku kirimkan kalung maaf tapi tak bisa membuat ia seperti hari lalu. Sakit ini sudah terlampau dalam. Menangis . . . Teriris. . . Inilah keputusan itu. Ah, tegar penuh kepalsuan. Menguatkan diri mengatakan keputusan. Jawaban bak kata yang mirip pemanis buatan. Jangan rusak tegasnya putusan dengan air mata yg berlinang dikelopak mata. Tolong jangan tunjukkan itu karena aku takut akan menumbuhkan belas kasihan yang mengubah putusan.
Oh, pesta batin dengan langit yang miskin warna. Pesta yang menguji kejujuran jiwa tentang makna yang tak bisa terbingkai kata atau istilah.
Air mata tak jua mengalah. Terus mengejar tanpa henti. Seolah aku terdakwa yang tak layak diberi ampun.
Sakit ini. . .
Sakit penuh derita. . .
Rasanya seperti mau tumbang namun, aku masih ingin bertahan. Ya, sekedar merasakan berdansa atau nonton teater bersama senyum dari kesabaran. Atau mungkin tertawa riang di Green Gables sambil menghirup wangi mawar liar penuh kemenangan. Bisakah???
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

0 komentar:
Posting Komentar