Aku pulang dari kegiatan alloctone vrouw sampai malam. Sekitar pukul 08.00 waktu setempat aku pulang. Aku berjalan menuju mainsonette. Musim panas memang sangat menyenangkan karena langit pun akan bertaburan bintang yang penuh pesona saat malam hari. Berjalan pulang menuju mainsonette membuatku teringat tentang cerita ketika aku masih di Indonesia. Masih di rumah. Aku ingat benar dengan apa yang aku rasakan saat itu. Inilah perasaan dan kisahku saat aku berpisah dengan Umair.
Aku mendambakan cinta antara Aku dan Umair mendunia akhirat. Aku tidak tahu kapan tepatnya aku bisa merindukan dan menyayanginya. Yang jelas aku merasa bisa menjadi diriku sepenuhnya jika sedang bersamanya. Aku bisa terbuka tentang apa saja padanya. Dan kalian tahu bagaimana rasanya? Sungguh tanpa beban dan itu indah sekali. Bagaimana aku tidak menyayanginya? Mudah sekali untuk jatuh hati padanya.
Kamis, 8 juli 2010 aku merasa sangat putus asa. Tidak ada yang bisa aku lakukan kecuali bercerita padanya walau hanya dengan pesan singkat. Dan jika kesedihan sedang melandaku maka Umair akan menceritakan kisah-kisah yang membuatku bisa tersenyum lagi. Kisah apa saja tapi, Umair tidak pernah menceritakan dongeng klasik, legenda atau cerita apa pun milik orang lain. Dia selalu membuatkan cerita untukku. Hanya untukku. Cerita yang ia buat dan karang sendiri. Dia memang benar-benar romantis walau sering mengelak jika aku mengatakan bahwa dia romantis.
Tentu saat itu aku sedang tidak bersamanya. Dan lagi-lagi dia mengirim pesan yang membuatku jadi sedikit melankolis. Pandai benar dia membuatku jadi melankolis. Padahal dia hanya mengirim pesan, “catatan mainsonette akan selalu menjadi teman terbaik mimpiku, selalu. Berani jual berapa note itu untukku? Hanya untukku” aku benar-benar merindukannya. Jarak memisahkan kami begitu jauh. Dia ada di Australia. Sudah lama meninggalkan tanah air untuk belajar linguistik di negeri kanguru itu. Dan aku? Aku masih ada di Cirebon. Mungkin dia tahu aku tidak punya pulsa cukup walau hanya untuk membalas pesan singkatnya. Beberapa menit kemudian dia menelfonku. Tentu saja Umair tidak pernah tahu apa nama dia di phone book milikku.
“Assalamu’alaikum Indah….,” aku mendengar suara Umair dari Australia jumat dini hari setelah aku sholat tahajud. Aku benar-benar merindukannya
.
Aku masih tertegun. Sampai tidak bisa berkata-kata. Akhirnya Umair berkata lagi,”Indah, masih tidur?”
“oh…wa’alaikum salam. Tidak, sudah bangun,” jawabku grogi.
“kabarmu baik?”
“Alhamdulillah”
“bagus kalu begitu. Sebenarnya aku ingin menagih janjimu padaku. boleh aku tagih sekarang?”
Dahiku berkerut. Aku bingung dengan janji yang ia maksud. “janji? Janji apa?” tanyaku padanya karena memang merasa bingung dengan janji yang ia maksud.
“hey, kau lupa? Cepatlah kesini. Ke Australi. Aku menunggumu disini. Bukankah kita pernah berjanji bahwa kita akan bertemu di tempat yang kita janjikan? Di kota impian kita”
Aku diam. Ya, dulu aku pernah berjaji tentang hal itu tapi agaknya aku benar-benar tidak bisa memenuhinya. Bagaimana bisa aku pergi ke Ausrtalia sementara skripsi saja belum sempat aku selesaikan. Dan aku pun tidak punya ongkos untuk menemui Umair di kota yang kita janjikan. Akhirya aku mengatakan sesuatu yang membuatnya sangat kecewa,”Umair...aku tidak bisa ke Australia. Aku benar-benar tidak bisa ke sana. Mimpiku bukan ke Benua itu”
Tidak ada jawaban dari seberang sana. Umair diam beberapa saat. Kemudian dia mengatakan sesuatu yang membuatku makin menyayanginya, “aku percaya padamu. Aku akan tetap menunggumu di kota yang telah kita janjikan. Belajarlah dengan giat. Aku yakin kamu bisa menemuiku disini. Aku akan selalu merindukanmu”
“ya, trimakasih atas semua perhatianmu padaku. kau baik sekali”
“ah, kamu ini….aku memang baik padamu dari dulu” ucap Umair menggoda sambil tertawa.
“oh ya, sudah dulu ya... Nanti kapan-kapan aku telfon lagi” Setelah aku menjawab, “ya” Umair langsung memutus sambungan telfonnya.
Aku harus belajar dengan giat. Aku ingin menyusul Umair yang sudah lebih dulu mencuri strat dariku. Dia sudah sampai Australia menyelesaikan pendidikan masternya. Aku memohon dengan doa penuh pengharapan. Semua aplikasi pendaftaran di salah satu Universtas di Australia yang telah aku kirim februari tahun kemarin semoga lolos. Dan yang lebih penting semoga aku pun bisa mendapatkan APS. Memang sangat lucu jika akhirnya aku bisa ke ustralia karena aku yakin Umair telah menyelesaikan studinya saat aku samapi. Kalau aku datang Umair malah harus pulang ke Indonesia. Bagaimana jika sudah begini? Tidaklah menjadi masalah menurutku karena aku lebih berharap semua aplikasi masuk Utrecht dapat lolos. Aku akan lebih senang berguru pada Frudental. Tapi aku percaya bahwa Allah akan mempertemukan kami di tempat yang indah suatu saat nanti. Walaupun bukan di Australia pikirku.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)

2 komentar:
Kau bilang "NOvel Imajiner"...? Theme ini baru ya?. Kenapa harus imajiner?. Tulisan yg satu ini jadi buat aku ngaca, saiyeeee...
emang harusnya apa nih????
imajiner=mimpi bagi matematikawan.....hehe
Posting Komentar