Mendamba Bunga di Taman Macan Ali

Saat semua mahasiswa berhamburan keluar kampus Gadis itu malah menerobos arus. Ia masuki bangunan yang menjemukan dan terlampau sunyi. Mungkin karena malam minggu akan datang beberapa jam lagi maka aktivitas akademis enak untuk cepat-cepat dienyahkan dari kepala mahasiswa.

Ada apa dengan Gadis itu? Hatiku penuh seribu tanya terhadapnya. Tanpa ia tahu aku mengikutinya dari belakang. Aku tak habis pikir sesore dan sesepi ini ia menuju lantai tiga sendirian. Ia keluarkan kursi dari ruang paling ujung lalu duduk di sudut balkon. Aku tetap penasaran dg apa yg akan dia lakukan.

Aku hanya bisa mengamati sang Gadis dari jauh. Pandangannya menerawang jauh di hamparan langit sore. Lalu aku melihat air matanya meleleh sambil membaca Al Quran. Aku tetap mengamatinya dan semakin takjub. Gadis itu. . .tiba2 memejamkan mata sambil menyenandungkan doa pada Tuhannya.

Ditengah keterpesonaanku pada Gadis muda itu aku dikagetkan oleh suara dari belakang. "hey, apa yang kau lakukan? Mengintip!" sergah suara yg tak asing bagiku menghakimi.

Aku kaget dan mengelak dg tergagap, "o. . .ya. . .anu. . .aku . . .cuma. . .cuma . . .mau tahu apa yg ia lakukan Macan Ali"

"oalah pembelaan. Dasar pemuda badung," Macan Ali menyudutkan.

"hey, jangan keras2 nanti Gadis itu tahu aku melakukan kekonyolan ini. Sttt. . . Pelan bicaranya," aku berbicara setengah berbisik sambil menempatkan jari telunjuk di bibir.

"hmm. . ." macan ali sepakat.

Tiba2 Gadis itu bangkit dari kursinya lalu berjalan melalui Aku dan Macan Ali. "huh. . .ketahuan. Pasti" ucapku dlm hati. Ya Allah. . .Gadis itu cantik sekali.

"ah, kau terpesona padanya," Macan Ali menuduh tajam dan aku hanya tersenyum kering mendengar ucapan itu.

Tak menunggu aku berkomentar Macan Ali berkata lagi, "Gadis yang baru lewat tadi adalah satu diantara bunga-bunga terbaik di taman kandangku"

"benarkah?" Tanyaku penasaran pada Macan Ali.

"tentu saja" jawab Macan Ali tegas "tapi jumlah yang sejenis itu sedikit. Hanya puluhan diantara ribuan"

"oh. . .sesedikit itu? Bagaimana bisa aku mendapatkannya?"

"hahaha. . . ." Macan Ali tertawa "jadi kau mendambakannya?"

"ya," jawabku malu dg muka merah padam.

"hey, pemuda. Kau perlu modal untuk menghirup wangi bunga terbaik di tamanku"

"apa?" tanyaku tergesa dan penasaran. "otak brilian? Istana indah? Atau mahar jutaan?"

"ah, kau ini. . . Sepertinya kau pemuda yang serakah benar"


"lalu apa?"


"agamamu. . .keimanan dan ketaqwaanmu," Macan Ali menegaskan penuh penekanan sementara aku terdiam tanpa kata.

"bahkan BIDADARI PUN CEMBURU PADANYA?" aku bertanya pd Macan Ali sambil menahan air mata.

"ya. Baik pemuda . . . Aku harus keliling memeriksa kandang2ku" Macan Ali berkata sambil lalu dari hadapanku.

Rasanya angin sore ini begitu menyayat hatiku. Kemilau surya senja seolah air garam yang dipercikan pada luka di sekujur badan. Pelabuhan hati begitu sulit untuk didapatkan. Belum lagi aku bukan aktifis dakwah kampus. Pastilah aku tak masuk kriteria Gadis itu tapi ya Allah. . .aku punya niat suci padanya walau dg segala kekurangan yg aku punya. Kali ini aku yg terpejam sambil memanjatkan doa.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger