Menyelami REAL-itas tanpa IMAJINER

Langit meriah dg bintang2nya. Bulan sabit tampak anggun menempel di langit. Tak ada awan. Tampaknya atmosfer malam ini sedang bersenandung riang tapi, tidak denganku; suram dan merasa begitu pedih. Aku sendiri tdk bisa mendeskripsikan dg baik apa yg kurasa.

Aku sangat tdk bisa menangis di hadapan ibu tp kali ini tll bnyk air mata yg keluar.

"ada apa gadis ibu ini? Ko nangis," ibu bertanya dg sangat hati2 padaku.

"tdk th bu. Knp hari ini rasanya aneh sekali," sambil terisak ku peluk ibu.

Aku tdk th bagaimana menceritakan semuanya pada ibu. Sebuah rasa harap bercampur kesedihan. Sebuah mimpi yang selalu ku jaga dan ku genggam erat2 sejak sekolah di taman kanak2 seolah berenang dalam hatiku lbh cepat dr biasanya.

Bayangan 3,5 tahun silam itu sangat membuatku tdk berdaya untuk tak henti2nya terpesona pada wanita yang lahir di tahun 1946 itu. Langkahnya seolah meyakinkanku bahwa aku harus tetap menggenggam erat2 mimpiku sampai Allah benar2 memberi keputusannya. Sampai akhirnya aku belajar pada beberapa profesor. Terlalu banyak profesor yang memberi kuliah matematika padaku dan kalkulus hanyalah matematika tingkat dasar. Aku masih penasaran dan ingin tahu lbh bnyk lagi. Lalu dahi ini terus berkerut dg keanehan, "Dimana profesor matematika wanita itu?. . ." jantungku tiba2 berdetak begitu kencang.

Akhirnya aku harus belajar analisis real. Kenapa kita harus belajar "analisis real"? Kenapa tdk ada analisis imajiner? Ya, sesuatu yang real memang harus dianalisa agar kita tahu kebenaran dr definisi, teorema, serta lemma. Dengan tertatih-tahih ku coba mengerahkan daya yg kupunya untuk mempelajari semua itu. Buku tebal berbahasa inggris sekarang harus jadi sahabat walau bukan jenis sahabat yang menyenangkan. Dan yang imajiner itu tetap harus kupelajari juga di "analisis kompleks". Karena dalam bilangan kompleks terdapat bilangan imajiner.

Imajineeerr. . . . Belajar ilmu pasti tapi dengan khayalan dan sangat abstrak. Aneh bukan? Tapi sensasinya sangat mengasyikkan. Angka2 itu terlalu merasukiku sampai aku sangat tak berdaya jika ada seseorang yang berkata atau berpendapat sangat rasional. Ilmu ini membuaku sering berkata rasional dan fakta sebenarnya walau akhirnya aku dinilai tajam dalam berkomentar atau bicara.

Jujur saja aku tdk suka rapat berlama2 hanya untuk menentukan tempat suatu acara atau mendengar pembicaraan itu2 saja. Apa aku terlalu berpikir matematis? Akhirnya aku diberi pelajaran dr pengalaman. Pelajaran untuk matematikawan kelas bawah spt ku; dipermainkan oleh vektor, kecepatan, dan efisiensi biaya. Aku merasa begitu bodoh jumat ini sampai2 aku bisa mentertawakan diriku sendiri keras2. Slamet riyadi dan rel kereta saksinya.

Apakah Aku butuh pergi malam mingguan bersama teman2 untuk menghilangkan penat dg makan di tempat lesehan sambil mendengar pengamen memainkan gitar dan harmonika membawakan lagu ibu kita kartini? Sayang bang udin tdk bisa ikut malam minggu kala itu.
Kadang aku merasa bosan bergaul dg teman sebaya. Dan betapa senangnya bergaul dengan yang usianya jauh lbh tua. Itu bisa membuat kita jauh lbh bijak. Aku jadi merasa sangat muda diantara mereka.

Aku ingat benar saat Pak isri bilang sambil minum teh hangat, "saya aneh dg orang2. Hdp itu tdk butuh kerja tp butuh kepandaian dan keterampilan bertahan hidup"

"iya, gini nih kalo orang yg udh tua ngomong. Sy se sudah tdk percaya. Pasti ada kejahatan dibalik kata2 nya," mbak reni berpendapat diikuti tawa aku, mbak endang, mas abdul, dan gea.

"hahaha. . .ya," pak isri akhrinya mengaku "dulu sewaktu kuliah di yogya kalau lg gak pny uang bwt makan kt pasti dandan rapi buat datang di acara hajatan untuk numpang makan walau tdk kenal siapa yg hajatan dan tdk bawa amplop. Hahaha"

"tuh kan bener," mbak reni puas.

terlalu banyak yang dibahas tiap malam minggu dari Buku khalid husaeni, kuntowijoyo, film2 bagus, sampai film2 fiksi.

"malam minggu penuh aufklarung ya," ucapku

aku sangat tdk canggung dengan komunitas ini. 2 bulan sudah aku melalui malam minggu dengan mereka.

Malam minggu ini aku absen. Hanya membenamkan diri dg buku2 saja. Dan artikel yang baru saja ku baca membuatku tak bisa tidur. Pertanyaan dan harapan akan terjawab pada waktunya. Hipotesa akan terbukti nilai kebenarannya. Dan aku tetap menyukai angka 7 dg alasan2nya.

0 komentar:

Posting Komentar

Powered By Blogger